Sabtu, 16 Oktober 2010

PENGEMBANGAN FITNES & SPA TERAPI I
OLEH :
Prof.Dr.H. Hari Setiono M.Pd
Oce wiriawan, S.Pd, M. Kes
Mochammad Purnomo S.Pd

ILMU YANG HARUS DIKUASAI OLEH SEORANG INSTRUKTUR FITNESS UMUM
ETIKA INTI
ILMU ANATOMI ( pengetahuan dasar anatomi tubuh, otot, jantung, pernafasan, syaraf manusia )
ILMU FISIOLOGI ( mengetahui dan memahami fisiologi tubuh, otot, kardiorespiratory, kerja gerak manusia)
ILMU TES DAN PENGUKURAN ( mengetahui dan menggunakan tes dan pengukuran dengan benar )
PHYSICAL CONDITIONING ( Pembinaan dan Pemeliharaan Kondisi Jasmani )
ILMU KEPELATIHAN 
ILMU GERAK ( Fisiologi )
PSIKOLOGI KEPELATIHAN ( bagai mana cara menghadapi anggota )
CEDERA OLAHRAGA ( memahami pengetahuan tentang cidera olahraga dan pencegahannya serta P3K )
MENGENAL MACAM – MACAM ALAT DAN PENGGUNAAN ALAT

PENDUKUNG
ILMU GIZI ( dapat menjelaskan pengertian gizi dan menerangkan akibat negatif dari ketidakseimbangan gizi )
MASSAGE ( dapat menjelaskan manfaat massage )
ADMINISTRASI DAN MANAGEMENT OLAHRAGA ( memiliki pengetahuan tentang management olahraga serta mampu mengelola latihan dengan mengelola program fitness center )

ETIKA
persetujuan dari sekelompok manusia (untuk pengkajian Yunani “Ethos”, watak, cara hidup, yang menjadi adat karena nilai) sehingga disebut “KODE ETIK”
Kode Etik Pelatih Fitness
Hubungan pelatih fitnes dengan anggota, pelatih harus dapat melayani anggota dengan sebaik mungkin dan flexible.
Membatasi dalam bergaul dgn para anggota kecuali demi kebaikan dan kepentingan anggota.
Dapat membina hubungan yang baik antara  management fitness center dengan para member.
Dapat membedakan perbedaan yang meliputi kebutuhan, minat, watak, sikap, dan status ( jabatan / pekerjaan ) para anggota.
Harus dapat menunjang keberhasilan usaha penyelenggaraan fitness center     

HUBUNGAN PELATIH FITNESS DENGAN PROFESINYA
Harus bangga dan selalu menyadari atas profesinya dan tugasnya
Mencegah terhadap orang – orang yan bermaksud menggunakan profesi untuk kepentingan tertentu
Dapat menjaga dan meningkatkan mutu dirinya sebagai profesional
Dapat dan mampu memainkan peranannya dalam keiatan tambahan yang merupakan program kerja dari fitnes center, jangan pernah isolasikan diri anda dari sesama pelatih
Harus konsekwen dengan kontrak kerja, tidak dian jurkan  pindah - pindah tempat hanya semata – mata mencari keuntungan materi
Bisa kerjasama ( sesama pelatih, dokter, management beserta staf )
Tidak turut mempunyai urusan management fitness center, kecuali diminta bantuan / pendapat
Tidak bertindak untuk menerima komisi atau keuntungan
Harus memiliki kejujuran dan menjunjung tinggi nama baik profesi
Dapat melaksanakan kebijakan dibidang kepelatihan 

HUBUNGAN PELATIH FITNESS DENGAN KETENTUAN YANG BERLAKU
Pelatih fitness harus menjadi panutan dan mencerminkan membimbing, sehingga dapat mempengaruhi lingkungannya (ligkungan sebagai pelatih maupun sebagai warga masyarakat)
Pelatih fitness harus memahami dan menerapkan norma – norma kehidupan dan kebudayaan bangsa Indonesia

PELATIH FITNESS
Pelath fitness diproyeksikan seseoarang yang dapat melatih para anggota fitness center dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kesegaran jasmani
Persyaratan menjadi pelatih fitness yang baik :
Menguasai dasar- dasar ilmu keolahragaan dan kesehatan
Memiliki sertifikasi
Menguasai bahan yang akan dilatihkan
Mampu menyusun program latihan
Mampu melaksanakan program
Mampu menyelenggarakan administrasi kepelatihan
Mampu memberika bimbingan secara psychologi
Mampu melaksanakan penelitian sederhana
Mampu melaksanakan evaluasi
Mempunyai postur tubuh yang ideal

PENELITIAN YANG DILAKUKAN PUSAT KESEGARAN JASMANI DAN REKREASI DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 
TENTANG CERTIFICATE INSTRUKTUR
48% Berpendidikan yang ada kaitannya dengan olahraga
44% Tidak ada
BASIC EDUCATION ( PENDIDIKAN )
72% Ijazah SMA
21% Ijazah Sarjana Olahraga
7% Ijazah SLTP
Tip – Tip Sukses dalam Latihan
Buat daftar evaluasi kesehatan dan kebugaran apa yang anda dapat dari latihan
Mengetahui kekurangan sehingga bisa anda perbaiki untuk menuju kearah yang lebih baik
Tentukan sasaran kebugaran yang realistis dalam jangka panjang dan jengka pendek
Carilah teman yang satu misi dengan anda
Jadwalkan latihan anda 3-5 kali perminggu, pilih waktu yang khusus utk kenyamanan latihan
Perhatikan badan anda dan pada peningkatan beban latihan harus perlahan – lahan
Jangan cepat putus asa bila tidak ada peningkatan
Kenakan baju dan sepatu yang nyaman untuk latihan
Atur latihan anda paling sedikit 2 jam setelah makan dan lama latihan 1 – 1½ jam (aktif)
Bersabarlah, latihan olahraga mempunyai banyak keuntungan yang segera ataupun lama setelah latihan baru dirasakan. Tungu aja pasti akan datang waktu itu
Waspadalah pada tanda – tanda dari latihan yang berlebihan ( sesak nafas, pusing, kaku, nyeri dada, kehilangan kontrol pada otot serta mual )
Apabila sudah merasakan gejala seperti diatas maka segera hentikan latihan sementara dan konsultasi ke dokter anda 
PRINSIP S.P.O.R.T
untuk pemantapan kondisi kebugaran
Specifity ( kekhususan ), menghilangkan cara latihan yang berdasarkan kira – kira saja. Karena tubuh anda akan menyesuaikan pada kekhususan latihan yang anda pilih kalau anda ingin membentuk otot – otot, anda harus melakukan latihan beban yang keras juga
Progression ( peningkatan ) naikkan kemampuan badan anda secara bertahap, dan biasakan tubuh anda menyesuaikan pada kemampuan yang baru dan kemudian anda tingkatkan lebih banyak lagi ( cedera terjadi karena melakukan terlalu banyak dan peningkatan terlalu cepat )
Overload ( beban lebih ) anda melakukan peningkatan beban latihan dengan meningkatkan intensitas,set, repetisi, berat, bila program latihan anda sudah menjadi ringan rasanya, ini adalah saatnya anda untuk meningkatkan beban latihan, naikkan 10% dari kemampuan anda sekarang  
PRINSIP S.P.O.R.T
untuk pemantapan kondisi kebugaran
Reversibility ( dapatkan kembali ) anda tidak dapat menyimpan latihan – latihan olahraga.bila anda berhenti latihan maka tampaklah tanda – tanda menurunnya kemampuan keterampilan anda, daya tahan, kekuatan, dan lainnya, dari kemampuan seblumnya. Oleh karena itu teruslah berlatih
Taining effect ( efek latihan ) bila anda melakukan latihan – latihan untuk aktivitas tertentu, secara bertahap dan progresif meningkatkan kemampuan badan anda, hasil daripada peningkatan kondisi otot dan kardiorespirasi ( jantung dan pernafasan ) adalah training effect

RUMUS UNTUK MENUJU KEBUGARAN AEROBIK
F.I.T.
Frequency ( jumlah latihan yang diperlukan dalam satu minggu untuk menimbulkan efek latihan ). 3 – 5 kali perminggu + upayakan agar anda beristirahat paling sedikit 1 hari setiap minggu untuk mengghindari cedera
Intensitas ( tingkatan stres fisiologis pada badan selama malakukan latihan ) latihan sebaiknya antara 70 – 85 % dari denyut jantung maksimal ( training zone )
Waktu 20 – 60 menit untuk peningkatan lakukan bertahap
Contoh program latihan meningkatkan sistem kardiorespirasi:
saudara tata usia 30 th
rumus : 220 – usia
         220 – 30 = 190 X 70 % = 133
         220 – 30 = 190 X 85 % = 165
jadi zona latihan untuk seseorang usia 30 th 133 sampai dengan 162 denyut permenit  

Pesan Untuk Pembentukan Tubuh
Perhatikan gerakan anda
Latihlah selalu grup otot – otot yang berlawanan
Konsentrasilah pada otot yang ada latih
Lakukan latihan – latihan yang tepat
Bernafas secara normal
Jangan melakukan latihan sampai terasa sakit
Buatlah variasi pada program latihan
Dahulukan bagian otot yang lebih besar saat latihan
Lakukan selalu pemanasan dan pendinginan secara rutin

SPA ENAK

Kulit Idaman
     
Tak hanya tubuh, kulit pun bisa tampil seksi sesuai idaman. Anda ingin memilikinya? Simak artikel ini agar (kulit) Anda ‘seksi’ setiap saat.
SEBAGAI PEMBALUT TUBUH, kulit paling sering menimbulkan masalah, terutama bagi wanita. Kering, kusam, kasar, berminyak, berjerawat adalah hal—hal, yang walau tidak fatal, sangat mempengaruhi kepercayaan diri. Namun, kulit juga dapat menjadi aset dalam penampilan. Seseorang yang memiliki kulit bersih dan sehat, setiap saat akan merasa cantik dan seksi. Kulit yang bersih dan sehat memang dapat menjadi ‘aksesori’ paling berharga, mengalahkan teknik riasan secanggih apa pun.

Bagaimana mendapatkan kulit sehat? Jawabnya: dimulai dan pori-pori. Memelihara pori-pori kulit agar tetap halus dan sehat dapat menjauhkan kita dari banyak masalah kulit, terutama jerawat. Masalah kulit makin terasa di Indonesia yang beriklim tropis dengan suhu yang panas dan lembab, plus udara kotor (terpolusi).
Ada banyak cara untuk membantu mewujudkan kulit yang Sehat. Sulitnya, setiap dokter kulit, media atau penelitian mempunyai cara yang berbeda-beda. Belum lagi berbagai mitos yang diturunkan dan generasi ke generasi. Mencari metode yang cocok memang hanya dapat diketahui setelah kita mencobanya.

PENYEBAB UTAMA
Menurut Dr. Titi Moertolo, dermatologis andalan para selebriti, faktor keturunan turut mempengaruhi jenis kulit. Pori-pori besar (kasar) identik dengan kulit normal atau beminyak. Komedo dan jerawat lebih mudah timbul pada kulit yang berpori-pori besar. “Pori-pori adalah muara tempat rambut tumbuh. Di atas akar rambut dan di bawah kulit, terdapat kelenjar sebasea yang menghasilkan sebum. Sebum lebih banyak dihasilkan pada kulit berminyak sehingga sering ‘menendang’ bahkan menyumbat muara sehingga pori-pori tampak besar dan menghasilkan komedo atau blackhead, ”jelas wanita yang tampak awet muda ini.

KURANGI PENGGUNAAN
• Bedak padat.
• Pelembab, kecuali kulit wajah sangat kering.
• Pembersih rambut two in one/three in one.
• Pelembab rambut.
• Pembersih rambut dan bedak bayi.

TERAPKAN KEBIASAAN SEHAT
• Tidur 6-7 jam sehari.
• Makan buah-buahan dan sayuran dalam jumlah cukup. Minum air    putih 8 gelas sehari.
• Jaga pencernaan dalam kondisi baik (teratur buang air besar).
• Hindari makanan-makanan yang dipantang, terutama pada saat    datang bulan.
Jika ingin kulit senantiasa sehat dan tampak segar, beberapa jenis bahan makanan d bawah ini perlu dibatasi, bahkan dihindari sama sekali.

PANTANGAN MAKANAN
• Durian
• Cokelat
• Kacang
• Telur
• Keju
• Susu
• Mangga matang
• Avokad
• Emping melinjo
• Kuaci
• Daging berlemak
• Kerang

Stres adalah salah satu musuh kulit. Stres bukan hanya datang dan beban pikiran karena pekerjaan, masalah keluarga, atau asmara, melainkan juga datang dan kondisi fisik/tubuh yang lemah aki bat kurang tidur atau kelelahan. Lucunya, tempat jerawat timbul dapat memberi indikasi penyebabnya. Jerawat yang tumbuh di bagian dahi biasanya disebabkan oleh rambut/ poni yang menutupi daerah itu. Jerawat di pipi karena asmara, dan di sekitar rahang dan leher bisa berarti akibat stres atau rambut yang kotor.
Namun, yang paling berpengaruh pada kondisi kulit adalah diet. Makanan yang berlemak merangsang produksi sebum yang berlebihan. Selain itu, alkohol dan kebiasaan terlambat makan juga dapat menimbulkan masalah, walau secara tak langsung. “Kebiasaan buruk tersebut dapat merusak hati dan berarti merusak metabolisme. Jika metabolisme rusak, pori-pori akan membesar,” tuturnya. Artinya, kondisi perut sangat berkaitan dengan kesehatan kulit.

CARA TEPAT MENCEGAHNYA
Selain disiplin dalam berdiet, facial secara teratur dapat sangat membantu. Dengan mengeluarkan sebum, lalu diikuti dengan membubuhkan masker, pori-pori akan bersih dan tertutup. Namun, jangan sekali pun mencoba mengerjakannya sendiri. Karena, tanpa dikerjakan oleh ahlinya, pori-pori tidak akan tertutup dan justru dapat memicu infeksi.
Walau hormon androgen mempengaruhi kondisi kulit, sama sekali tidak dianjurkan mengonsumsi suplemen estrogen karena dapat menimbulkan efek samping yang serius. Dokter Titi lebih menekankan cara-cara yang lain, seperti menghindari pemakaian pelembab, kecuali bila kulit benar-benar kering. “Di Indonesia udara sangat lembab, sehingga hampir semua orang sebenarnya tidak memerlukan pelembab. Apalagi banyak produk pelembab yang dibuat di luar negeri, sehingga kebanyakan dan produk ini dibuat berdasarkan penelitian yang bukan untuk iklim kita,” tegasnya.
Demikian juga dengan tabir surya. Matahari memang patut dihindari sebisanya, namun jangan sampai membatasi aktivitas di udara terbuka hanya karena ‘takut’ matahari. Scrubbing, yang menurut perkiraan banyak orang dapat membersihkan komedo dan mengupas kulit mati sampai bersih, bila dilakukan sembarangan justru dapat membuat kulit kasar. Sebaiknya pakailah produk yang mengandung sulfur, vitamin C, dan lidah buaya.

SELAMAT MENIKMATI KULIT BARU YANG SEKSI!




    

TUBUH SEHAT IDEAL DARI SEGI KESEHATAN

TUBUH SEHAT IDEAL DARI SEGI KESEHATAN

Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat dan ber perilaku hidup sehat. Indonesia sehat 2010 dimaksudkan juga untuk mendorong agar masyarakat dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata guna mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Manusia yang sehat tidak hanya sehat jasmani, tetapi juga sehat rohani. Sehingga tubuh sehat dan ideal dari segi kesehatan meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit (Definisi Sehat WHO Tahun 1950). Semua aspek tersebut akan mempengaruhi penampilan atau performance setiap individu, dalam melakukan aktivitas sehari hari seperti bekerja, berkarya, berkreasi dan melakukan hal-hal yang produktif serta bermanfaat. Kesehatan, pendidikan dan pendapatan setiap individu merupakan tiga faktor utama yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu setiap individu berhak dan harus selalu menjaga kesehatan, yang merupakan modal utama agar dapat hidup produktif, bahagia dan sejahtera.
Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda. Di satu pihak masalah kurang gizi yaitu: gizi buruk, anemia, Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) dan Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan kendala yang harus ditanggulangi, namun masalah gizi lebih cenderung meningkat terutama di kota-kota besar.
Hasil survey Indeks Massa Tubuh (IMT) tahun 1995 – 1997 di 27 ibukota propinsi menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih mencapai 6,8% pada laki-laki dewasa dan 13,5% pada perempuan dewasa. Sedangkan Monica (1994) menunjukkan bahwa hipertensi didapati pada 19,9% usia lanjut (usila) yang gemuk dan 29,8% pada usila dengan obesitas. Kegemukan merupakan salah satu risiko terjadinya penyakit kardio-vaskuler. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986 dan 1992 diketahui bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu dari penyakit degeneratif yang sekarang sudah menduduki tempat nomor satu penyebab kematian di Indonesia. Dari berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan antara dislipidemia, diabetes mellitus, hipertensi, obesitas dengan penyakit jantung
koroner.

TUBUH SEHAT IDEAL

Tubuh sehat ideal secara fisik dapat dilihat dan dinilai dari penampilan luar. Penilaian setiap orang tentunya berbeda, antara orang awam dengan orang yang mempunyai latar belakang medis sangat berbeda. Namun secara umum orang biasanya menilai tubuh sehat ideal, dilihat dari postur tubuh, sikap dan tutur kata serta interaksi orang tersebut dengan orang lain. Namun pengertian tubuh sehat ideal dari segi kesehatan mencakup hal yang lebih luas, yang tidak cukup hanya penilaian secara lahiriah, tetapi memerlukan pemeriksaan medis meliputi pemeriksaan antropometri, fisiologi, biokimia dan patologi anatomi. Bila mengacu dari definisi WHO diatas, untuk menyatakan seseorang mempunyai tubuh sehat ideal, memerlukan juga penilaian secara psikologi dan psikiatri, apakah orang tersebut mengalami kelainan kepribadian dan penyimpangan perilaku. Meskipun secara fisik orang tersebut sehat, namun bila ada kelainan jiwa yang dapat mengganggu kehidupan orang dilingkungannya, orang tersebut tidak sehat.
Postur tubuh ideal :
Postur tubuh ideal dinilai dari pengukuran antropometri untuk menilai apakah komponen tubuh tersebut sesuai dengan standard normal atau ideal. Pengukuran antropometri yang paling sering digunakan adalah rasio antara berat badan (kg) dan tinggi badan (m) kuadrat, yang disebut Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai berikut :
BB (kg) IMT = -------------- TB x TB (m) Status Gizi Wanita Laki-laki Normal 17 -23 18 –25 Kegemukan 23 – 27 25 – 27 Obesitas > 27 > 27 BB = Berat Badan, TB = Tinggi Badan Contoh: wanita dengan TB = 161 cm, BB = 58 kg 58 IMT = ---------------- = 22,37 (normal) 1,61 x 1,61
IMT yang normal antara 18 – 25. Seorang dikatakan kurus bila IMT nya < 18 dan
gemuk bila IMT nya > 25. Bila IMT > 30 orang tersebut menderita obesitas dan perlu diwaspadai karena biasanya orang tesebut juga menderita penyakit degeneratif seperti Diabetes Melitus, hipertensi, hiperkolesterol dan kelainan metabolisme lain yang memerlukan pemeriksaan lanjut baik klinis atau laboratorium Untuk mengetahui Berat Badan ideal dapat menggunakan rumus Brocca sebagai berikut : BB ideal = (TB – 100) – 10% (TB – 100)
Batas ambang yang diperbolehkan adalah + 10%. Bila > 10% sudah kegemukan dan bila diatas 20% sudah terjadi obesitas. Contoh: wanita dengan TB = 161 cm, BB = 58 kg BB ideal = (161 – 100) – 10% (161 – 100) = 61 – 6,1 = 54,9 (55 kg) BB 58 kg masih dalam batas > 10%. Pada anak-anak pengukuran berat badan sebaiknya dilakukan setiap bulan untuk pemantauan pertumbuhan apakah normal sesuai dengan pita hijau yang ada dalam KMS (Kartu Menuju Sehat). Pengukuran tinggi badan secara berkala pada anakanak juga dianjurkan dilakukan setiap 6 bulan, untuk memantau apakah status gizi anak tersebut normal. Disamping itu untuk menilai apakah anak tersebut stunting (cebol), dengan membandingkan Z Score (WHO-NCHS). Pertumbuhan anak wanita
sampai 18 tahun dan laki-laki sampai 21 tahun. Menurut NCHS Hyattsville,
Maryland 1979, anak wanita usia 18 tahun tinggi badan pada 75 percentile adalah 170 cm dan berat badan pada 70 percentile adalah 62,5 kg Sedangkan anak lakilaki usia 18 tahun tinggi badan 75 percentile adalah 180 cm dan berat badan70 percentile adalah 75 kg. Pengukuran lain yang dapat dilakukan untuk menilai apakah seseorang tersebut kurus menderita kurang gizi, normal atau gemuk, dengan mengukur Lingkar lengan kiri atas (Lila). Biasanya dilakukan pada wanita usia 15 – 45 tahun. Bila Lila < 23,5 cm, wanita tersebut menderita Kurang Energi Kronis (KEK).
Pengukuran antropometri lain yang sering digunakan adalah mengukur rasio Lingkar perut dan Lingkar Pinggang (RLPP). Pada wanita RLPP yang disarankan < 0,8 sedangkan pada laki-laki < 1. Penilaian RLPP ini cukup penting karena untukmengetahui risiko menderita penyakit jantung. Seseorang dengan RLPP > 0,8 pada wanita dan > 1 pada laki-laki mempunyai risiko menderita penyakit jantung lebih besar dari yang RLPP nya dibawah ambang batas. Untuk individu tertentu pengukuran diatas, belum dapat menggambarkan postur tubuh yang ideal, dan memerlukan pengukuran lain yang lebih spesifik. Pada atlet postur tubuh yang ideal berbeda, antara setiap jenis cabang olah raga. Misalnya postur tubuh yang ideal bagi atlet petinju atau binaraga, sangat berbeda pada atlet senam atau renang atau bila dibandingkan dengan orang biasa. Untuk kondisi ini selain pengukuran IMT, dilakukan pula pengukuran tebal lemak (Skin fold), untuk menilai apakah massa tubuh yang besar pada atlet tersebut terdiri dari otot atau lemak. Sejogyanya atlet tinju, binaraga membutuhkan otot dan tulang yang kuat untuk berlatih atau bertanding. Berbeda pada atlet senam atau renang, yang membutuhkan massa tubuh yang tidak terlalu besar, tetapi tetap membutuhkan otot dan tulang yang kuat dan lentur.

Sehat fisik /jasmani :

Untuk berada dalam kondisi Tubuh Sehat Ideal selain postur tubuh yang ideal juga harus dilengkapi dengan keadaan tubuh yang sehat fisik atau jasmani. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan zat gizi yang berasal dari konsumsi makanan sehari-hari. Zat gizi yang diperlukan oleh tubuh terdiri dari Hidrat-arang, protein, lemak, vitamin, mineral, air dan serat. Hidrat-arang, protein dan lemak disebut zat gizi makro dan vitamin serta mineral disebut sebagai zat gizi mikro. Kebutuhan zat gizi sehari tergantung dari umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan/aktivitas, suhu linggkungan dan kondisi tertentu. Misalnya pada ibu hamil/meneteki atau sedang sakit, membutuhkan zat gizi lebih banyak. Triguna makanan adalah sebagai 1) sumber zat tenaga atau energi, 2) sumber zat pembangun dan 3) sumber zat pengatur. Hidrat-arang, lemak dan protein merupakan komponen utama sebagai sumber energi yang dibutuhkan untuk aktivitas, sedangkan protein dibutuhkan sebagai sumber zat pembangun yaitu untuk pembentukan sel-sel tubuh. Dan vitamin mineral sibutuhkan sebagai sumber zat pengatur yang diperlukan sebagai enzym, co-enzym atau hormon untuk membantu proses metabolisme dalam tubuh. Kebutuhan energi untuk laki-laki dewasa berkisar antara 1.900 – 2.700 Kkal/hari, sedangkan pada wanita antara 1.700 – 2.100 Kkal./hari.Widya Karya Pangan dan Gizi VI tahun 1998, menetapkan AKG bagi orang dewasa secara nasional berdasarkan kebutuhan energi/kalori dari protein, sebagai berikut:
Indikator Tingkat Konsumsi Tingkat Persediaan

Energi 2.150 K Kalori 2.500 K Kalori Protein 46,2 gram 55 gram
(9 gram protein ikan, 6 gram protein hewani lain dan 40 gram protein nabati)
AKG diatas bila kita jabarkan menurut takaran konsumsi makanan sehari pada
orang dewasa umur 20-59 tahun, yaitu: nasi/pengganti 4-5 piring, lauk hewani 3 4 potong, lauk nabati 2-4 potong, sayuran 1 ½ - 2 mangkok dan buah-buahan 2-3 potong. Dengan catatan dalam keadaan berat badan ideal. Ketidak seimbangan antara asupan makanan dan penggunaan zat gizi yang terkandung untuk keperluan metabolisme tubuh akan mengganggu fungsi metabolisme tersebut. Kekurangan zat gizi akan menyebabkan status gizi kurang atau gizi buruk.
     Sebaliknya kelebihan zat gizi akan menyebabkan status gizi lebih, yang ditandai dengan kegemukan atau obesitas. Kekurangan atau kelebihan zat gizi
pada seseorang dapat terjadi secara spesifik sesuai pola makan orang tersebut,
yang dapat menimbulkan penyakit tertentu, tergantung zat gizi apa yang kurang/lebih dikonsumsi. Misalnya kekurangan zat besi (Fe), dapat menimbulkan
anemia defisiensi besi, karena kurangnya hemoglobin yang tertentu. Pola makan
yang cenderung tinggi kalori, protein dan lemak akan menyebabkan tingginya kadarglukosa, lemak, kolesterol dan asam urat dalam darah, yang dapat mempengaruhi sistim kardio-vaskuler.

OBESITAS dan penyakit kardio-vaskuler

Penderita obesitas yaitu orang yang mempunyai berat badan sangat berlebihan, secara umum dapat didiagnosa hanya dengan melihat secara fisik. Namun perlu diwaspadai bahwa masalah obesitas tidak hanya sekedar mempengaruhi penampilan seseorang. Seperti dikatakan diatas masalah obesitas biasanya juga disertai masalah kesehatan lain seperti diabetes melitus, penyakit jantung koroner dan hipertensi, kanker, penyakit ginjal, dan penyakit hati yang dapat menyebabkan kematian.
Kegemukan atau obesitas terjadi karena konsumsi makanan yang melebihi kebutuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG) perhari. Bila kelebihan ini terjadi dalam jangka waktu lama, dan tidak diimbangi dengan aktivitas yang cukup untuk membakar kelebihan energi, lambat laun kelebihan energi tersebut akan diubah menjadi lemak dan ditimbun didalam sel lemak dibawah kulit. Akibatnya orang tersebut akan menjadi gemuk. Pada awalnya ditandai dengan peningkatan berat badan, Bilamana penimbunan makin banyak, terjadi perubahan anatomis. Pada wanita penumpukan jaringan lemak, biasanya berada di sekitar pinggul, paha, lengan, pinggung dan perut. Baru meluas keseluruh tubuh sampai kemuka. Sedangkan pada laki-laki, penumpukan jaringan lemak umumnya terjadi di bagian perut. Masalah gizi Klinis merupakan masalah gizi yang erat hubungannya dengan penyakit dan penanganannya memerlukan tindakan yang komprehensif. Sehingga hipertensi yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler, perlu dicegah dan diobati dengan merubah pola makan menjadi pola makan sehat yang berpedoman pada aneka ragam makanan yang memenuhi gizi seimbang. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential).
     Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah. Faktor gizi yang sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi melalui beberapa mekanisme. Aterosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya hipertensi yang berhubungan dengan diet seseorang, walaupun faktor usia juga berperan, karena pada usia lanjut (usila) pembuluh darah cenderung menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang. Pembuluh yang mengalami sklerosis (aterosklerosis), resistensi dinding pembuluh darah tersebut akan meningkat. Hal ini akan memicu jantung untuk meningkatkan denyutnya agar aliran darah dapat mencapai seluruh bagian tubuh. Menurut Maria C. Linder, Ph.D dari California State University, Fullerton, CA, masih menjadi perdebatan kontroversi tentang pengaruh faktor diet dan cara hidup terhadap terjadinya aterosklerosis. Namun dari beberapa kecenderungan menyatakan bahwa: 1) terjadinya plak (plaque) aterosklerosis merupakan suatu respon dari cedera pada dinding arteri terhadap kerusakan yang dibentuk oleh lapisan epitel; 2) serat makanan, Mg dan beberapa mikronutrien seperti Cr, Cu mungkin penting dalam pencegahan jangka panjang atau memperlambat aterosklerosis. Selain itu konsumsi tinggi kolesterol dan lemak yang memicu terjadinya aterosklerosis dapat berikut ini. Aterosklerosis terjadi bila sebagian besar permukaan bagian dalam arteri besar membentuk plaqueHasil pengamatan epidemiologi yang membandingkan populasi atau sub populasi di beberapa negara, menunjukkan bahwa banyak faktor cara hidup dan makanan yang menyebabkan risiko menjadi lebih besar untuk menderita penyakit kardiovaskuler. Tabel berikut ini memperlihatkan faktor risiko penyebab aterosklerosis, yaitu:
   
Faktor Risiko Dalam Aterosklerosis

Primer :
• Merokok (³ 1 pak sehari)
• Tekanan darah (diastolik _ 90 m Hg, sistolik > 105 mm Hg)
• Peningkatan kolesterol plasma (> 240-250 mg/dl)
Sekunder :
• Peningkatan trigliserida plasma
• Obesitas
• Diabetes
• Stress kronis
• Pil KB
• Vasektomi
Sumber: Informasi dari Naito (1980) dan Connor (1980)
Merokok, tekanan darah tinggi dan peningkatan kadar kolesterol plasma/serum adalah faktor risiko utama terjadinya asteroklerosis, sedangkan penyebab sekunder adalah stress, kurang gerak, peningkatan trigliserida plasma. Rasio kolesterol HDL : LDL berbanding terbalik dengan terjadinya asteroklerosis dan ini lebih berarti daripada hubungan dengan total kolesterol serum LDL yang berlebihan memicu terjadinya asteroklerosis pada dinding pembuluh darah. Selain konsumsi lemak yang berlebih, kekurangan konsumsi zat gizi mikro (vitamin dan mineral) sering dihubungkan pula dengan terjadinya ateroklerosis, antara vitamin C, vitamin E dan B6 yang meningkatkan kadar homosistein. Tingginya konsumsi vitamin D merupakan faktor terjadinya asteroklerosis dimana terjadi deposit kalsium yang menyebabkan rusaknya jaringan elastis sel dinding pembuluh darah. Berikut ini kami tampilkan kadar lemak darah, kolesterol dan trigliserida normal,sebagai berikut :

PENUTUP
Guna mencapai Tubuh Sehat Ideal, sejogyanya dimulai sedini mungkin sejak janin dalam kandungan. Oleh karena itu ibu hamil harus cukup gizi serta menjaga kesehatannya, agar melahirkan bayi yang sehat. Yang lebih penting adalah pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya sampai anak dewasa, agar mencapai tinggi badan dan berat badan ideal, sehat jasmani dan rohani, menuju sumber daya manusia yang berkualitas.
Total kolesterol = 200 mg/dl
LDL kolesterol = 130 mg/dl
HDL kolesterol = 35 mg/dl
Trigliserida = 250 mg/l
Masa pra-usila dan usila, adalah masa kritis untuk terjadinya obesitas dengan
berbagai komplikasi penyakit degeneratif. Biasanya terjadi karena perubahan gaya hidup menjadi lebih santai, kurang aktivitas dan cenderung makan berlebih
mengandung tinggi kalori, protein dan lemak. Oleh karena itu, upaya untuk mencegah meningkatnya prevalens penyakit kardiovaskuler, dapat dimulai dengan mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat.

SEPAK BOLA

SEPAK BOLA
1. Teknik Penguasaan Bola
     -Yang penting dan harus selalu dilatih dalam permainan sepakbola adalah :
2. Teknik menendang bola
     - menendang bola dengan kaki muka penuh
     - menendang bola dengan kaki muka bagian dalam
     - menendang bola dengan kaki bagian dalam
3. Menghentikan dan mengontrol bola
    - menghentikan dan mengontrol bola dengan telapak kaki, untuk bola yang jatuh
       ke tanah.
    - menghentikan bola dengan kaki muka penuh, untuk bola yang masih melambung
      di udara
   - Menghentikan bola dengan kaki bagian dalam
   - Menghentikan bola dengan perut
   - Menghentikan dan mengontrol bola dengan dada
   - Menghentikan bola dengan menggunakan kepala
   - Menghentikan bola dengan menggunakan paha
4. Teknik membawa atau menggiring bola (dribbling)
    - menggiring bola dengan kaki muka penuh
    - menggiring bola dengan kaki bagian dalam dari kura-kura tadi
    - menggiring bola dengan kaki bagian dalam atau bagian luar
      teknik gerakan
Gerakan tipu yang terbaik adalah gerakan tipu badan (body playing) waktu kita menggiring bola. Karena gerak tipu yang kita kerjakan dengan badan sangat penting dan banyak digunakan dalam permainan, maka perlu latihan yang intensif. Gerak tipu dapat kita kerjakan dengan mengendalikan kepada ketepatan, kecepatan dan kelincahan bergerak untuk kita guanakan pada saat dan keadaan yang tepat serta menguntungkan.
5. Teknik menyundul bola
    Menyundul bola harus memakai dahi dan mata harus selalu terbuka (jangan sekali-kali mata tertutup). Biasanya digunakan untuk memberi umpan kepada teman atau untuk mencetak gol.
6. Teknik melempar bola ke dalam
    Ketika bola meninggalkan lapangan permainan dinyatakan out, maka agar permainan dapat dilanjutkan seorang pemain melempar bola ke dalam lapangan kembali (melakukan throw in).

Ruang Lingkup Psikologi Olahraga

Ruang Lingkup Psikologi Olahraga
Seiring dengan semakin besarnya industri olahraga, psikologi olahraga memegang peranan yang cukup signifikan. Dalam olahraga prestasi, peran psikolog olahraga dominan dalam mendongkrak prestasi para atlet. Misalnya dalam peningkatan motivasi, menghilangkan kecemasan, stress. Selain itu, peran seperti proses penyembuhan emotional disorders yang kerap di alami oleh para atlet profesional seperti anorexia, penggunaan obat terlarang, agresifitas, persoalan atlet dengan lingkungan keluarga, penonton, fans. Lihat yang sudah dilakukan oleh psikolog yang menangani Adriano, striker Inter Milan, dalam proses pengembalian perfomanya.
Bidang lain yang menjadi wilayah kerja psikologi olahraga adalah dalam konteks pelatihan. Di Eropa maupun Amerika, psikolog olahraga sudah terlibat dalam proses pelatihan para atlet. Peran vital pun dimainkan disini. Seorang psikolog menjadi partner bagi para pelatih dalam rangka menciptakan metode pelatihan yang efektif. Tentu saja dengan bekal ilmu psikologi. Perpaduan ilmu fisik manusia dengan ilmu psikis membuat pemahaman terhadap manusia lebih komplet. Banyak metode pelatihan yang merupakan sumbangan langsung dari dunia psikologi olahraga.
Selain dengan terjun langsung di lapangan, psikologi olahraga juga memberi sumbangan melalui riset. Riset tentang hubungan antara gerak tubuh dan konsep mental memberikan masukan bagi pengembangan teknik kepelatihan maupun pengembangan cabang olahraga itu sendiri.
Di awal kemunculannya, psikologi olahraga memang berperan untuk membantu menemukan teknik pelatihan yang efektif dan efisien dalam mengembangkan kemampuan atletis para atlet. Penelitian tentang waktu tempuh pembalap sepeda adalah tonggak sejarah munculnya psikologi olahraga.
Bidang pendidikan juga tidak luput dari dunia psikologi olahraga. Para psikolog olahraga banyak yang terjun langsung memberi pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus bagi pelatih dalam konteks pemahaman terhadap manusia untuk diimplementasikan dalam proses pencetakan para atlet.
Tidak hanya dalam konteks olahraga prestasi, psikologi olahraga juga berperan pengembangan olahraga sebagai salah satu sarana mencapai psychological well being atau untuk mencapai kesehatan mental bagi masyarakat. Karena terbukti bahwa olahraga merupakan salah satu sarana yang efektif untuk menghilangkan stress maupun depresi.
Bisa dikatakan bahwa saat ini dunia olahraga profesional maupun amatir sudah sangat tergantung pada kehadiran psikologi olahraga. Pengembangan cabang ilmu ini tentu akan memberi kontribusi yang semakin besar pada peningkatan kualitas atlet maupun cabang olahraga itu sendiri di masa depan.
Sayang memang, dunia olahraga Indonesia belum begitu memperhatikan aspek mental dalam pengembangan atlet. Peran psikolog olahraga di Indonesia pun baru sebatas konsultan bagi tim maupun atlet. Bidang garap dan ruang lingkup lain dari psikologi olahraga belum digarap dengan maksimal. Namun, semua harus dilakukan dengan penuh optimisme bahwa psikologi olahraga di Indonesia akan tumbuh berkembang dalam dunia olahraga Indonesia.
Kemenangan Mental Untuk Tim Uber!
Luar Biasa! mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan perjuangan tim Uber Indonesia saat berlaga di Thomas-Uber Cup 2008 yang berlangsung beberapa waktu lalu di Jakarta.
Bagaimana tidak, dari target hanya masuk disemi final, mereka dengan gagah berani berhasil menembus final. Meskipun akhirnya gagal di partai final, tapi Jo Novita dan kawan-kawan benar-benar menunjukkan determinasi dan kekuatan mental yang luar biasa. Hanya memang secara teknik harus diakui bahwa para pemain China masih di atas kita.
Kemenangan itu semata-mata karena kondisi mental para pemain yang dalam kondisi prima. Ada beberapa kondisi yang barangkali mempengaruhi ketangguhan mental mereka. Salah satunya adalah motivasi. Dengan puasa gelar yang sudah lebih dari 10 tahun, para pemain putri kita tampaknya sangat termotivasi untuk “berbuka” gelar yang sudah se-dekade itu. Sosok Susi Susanti yang menjadi manajer tim tampaknya memberi sumbangan yang cukup berarti dalam peningkatan moral dan mental para pemain. Susi Susanti adalah salah satu pemain terbaik yang dimiliki Indonesia yang terlibat dalam persembahan Piala Uber terakhir yang dicapai Indonesia.
Dengan role model yang langsung ditemui, para pemain dapat dengan mudah menyerap dan menginternalisasi motivasi dan sikap juara yang dimiliki oleh seorang Susi. Role modelling ternyata memberi suntikan motivasi yang cukup signifikan. Menurut Bandura, role model membangunkan sikap dan perilaku yang kemudian menjadi motivasi.
Faktro yang kedua adalah lemahnya beban yang harus ditanggung oleh para pemain kita. Target memang terkadang bermata dua, di satu sisi target yang dibebankan menjadi sebuah beban yang menciptakan ketegangan dan kecemasan. Karena secara tidak sadar, para pemain akan mempersepsi jika target itu gagal, maka hukuman akan mereka terima, meskipun hukuman ini tidak pernah terucapkan. Mata pisau target yang kedua adalah yang berefek positif dan mendorong pemain untuk mencapainya.
Dalam teori psikologi, target bisa dikatakan sebagai goal setting. Goal setting akan efektif jika diberikan sesuai dengan kemampuan dan kondisi atlet. Goal yang terlalu berat hanya akan menciptakan perasaan tegang dan akhirnya memunculkan sikap pesimistis. Secara ideal, goal harus diterjemahkan dalam proses latihan dan sifatnya berkala. Sehingga muncul pembabakan goal menjadi jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Ujungnya adalah target jangka panjang yang merupakan target inti, tapi pelaksanaannya harus diberikan secara berkala. Menciptakan tantangan dalam setiap periode dan memaksa pemain untuk memecahkan tantangan itu akan membuat target jangka panjang menjadi lebih realistis. Untuk itulah perlu direncanakan sebuah program latihan dan program kompetisi yang sifatnya kesulitannya bertahap.
Faktor Tuan Rumah
Faktor yang ketiga barangkali adalah faktor dukungan penonton yang membludak setiap kali mereka bertanding. Ricky Subagja, mantan ganda nomer 1 Indonesia, menyatakan dalam komentarnya di sela-sela siaran langsung pertandingan Thomas-Uber 2008 bahwa penonton bisa menjadi bumerang saat para pemain sedang bertanding. Teriakan penonton bisa membuat para pemain menjadi terburu-buru dan kehilangan konsentrasi, akibatnya para pemain tidak tenang dalam mengeksekusi setiap pukulan.
Tapi sebaliknya, ketika para pemain sudah relatif siap untuk memahami situasi banyaknya dukungan penonton ini dan dengan kontrol emosi yang kuat, maka dukungan akan menjadi tambahan motivasi yang membantu meningkatkan permainan. Para penonton akan bisa menjadi pemain ketiga yang membantu tim tuan rumah.
Secara nyata, para pemain putri kita mempunyai sikap mental yang kedua. Penonton menjadi suntikan dorongan yang luar biasa. Efeknya, mereka mampu bermain “kesetanan” dalam setiap laganya. Terlihat bagaimana pasangan Vita Marissa-Lilyana Natsir bertanding begitu bersemangat dan pantang menyerah. Hanya kondisi fisik saja yang mungkin membuat permainan mereka mau tidak mau harus turun.
Pekerjaan Rumah
Sekali lagi, pencapaian yang diraih oleh para pemain Uber Indonesia sudah betul-betul maksimal. Meskipun secara teknik tidak maksimal, tapi dengan dukungan mental yang membulat permainan mereka sudah pantas disejajarkan dengan pejuang di medan laga yang tidak kenal menyerah. Seolah-olah permainan mereka yang sedang dijalani adalah pertandingan terakhir mereka.
Pekerjaan rumah memang masih banyak yang harus diselesaikan oleh para pelatih, pengurus PBSI dan tentu saja para pemain sendiri. Bibit-bibit pemain muda Indonesia sedang menunggu untuk diberi polesan. Pemain-pemain penerus Susi Susanti sedang meminta untuk diberi perhatian. Dengan membuat kompetisi, sistem rekrutmen, dan pembinaan berjenjang akan memunculkan srikandi-srikandi bulutangkis Indonesia selanjutnya.
Bukan menyesali kekalahanlah yang harus dilakukan. Tapi segeralah mengevaluasi semua lini. Dari sistem kepelatihan, sistem pembinaan, dan segala hal yang berkaitan dengan proses pembentukan pemain. Dengan kerja keras dan kurikulum yang benar, bukan tidak mungkin di masa depan, Indonesia akan kembali merajai perbulutangkisan putri di dunia.
Selamat buat tim Uber Indonesia!
Cemas Bikin Lemas: Menghadapi Kecemasan dengan Lebih Berani!
Sebelum menghadapi sebuah pertandingan, ada yang umum terjadi dalam diri atlet. Kondisi psikologis atlet biasanya menjadi lebih tinggi. Hal ini terpicu oleh situasi dan keadaan yang akan di hadapi. Ditambah dengan embel-embel sebuah pertandingan penting yang menentukan. Dari kondisi tersebut muncul reaksi-reaksi fisiologis dalam tubuh seorang atlet. Keringat mengucur deras, tangan dan kaki basah oleh keringat, nafas terengah-engah, gemetar, kepala pusing, mual hingga muntah-muntah. Itu semua adalah respon fisik atas kondisi mental yang meningkat. Secara umum, atlet tersebut merasa cemas.
Kecemasan adalah peristiwa yang umum dihadapi oleh siapa saja saat akan menghadapi sesuatu yang penting. Termasuk juga para atlet. Munculnya rasa cemas, biasanya di dahului oleh gambaran mental atas peristiwa-peristiwa yang akan dihadapi. Dengan kata lain, ada proses pembayangan yang dilakukan oleh seorang atlet yang mendahului munculnya rasa cemas. Dari gambaran tersebut kemudian menyatu dengan persepsi-persepsi, gambaran-gambaran, harapan-harapan atas diri sendiri.
Secara sederhana kecemasan atau dalam bahasa psikologi biasa disebut dengan anxiety di definisikan sebagai aktivasi dan peningkatan kondisi emosi (Bird, 1986). Peningkatan dan aktivasi ini didahului oleh sebuah kekhawatiran dan kegelisahan atas apa yang akan terjadi. Dalam konteks pertandingan, tentu saja berkaitan dengan lawan dan harapan-harapan baik yang berasal dari diri sendiri maupun orang lain.
Cemas vs Arousal
Ada dua jenis peningkatan dan aktivasi kondisi psikologis ini. Selain anxiety, ada juga yang disebut dengan arousal. Keduanya merupakan hasil dari peningkatan kondisi mental seseorang. Bedanya berada pada tingkatan aktivasi dan jenis emosi yang muncul. Arousal bersifat lebih positif, artinya arousal memberi energi pada seseorang untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Arousal memberi tambahan tenaga yang mendasari sebuah perilaku. Keinginan untuk menang, menjatuhkan lawan dengan segera (dalam olahraga beladiri dan tinju), tampil lebih trengginas dan sebagainya adalah hasil yang muncul dari arousal ini.
Sedangkan cemas adalah kombinasi antara intensitas perilaku dan arah dari emosi yang lebih bersifat negatif (Bird, 1986). Perilaku yang sering muncul seiring dengan munculnya rasa cemas ini adalah ketakutan akan kalah, kekhawatiran atas performa diri dan prestasi lawan dan sebagainya. Dalam bahasa lain, para ahli sering mengganti istilah anxiety menjadi stress. Secara umum, kedua istilah ini digunakan secara bergantian dengan merujuk pada definisi yang sama. Kecemasan adalah hasil keraguan atas kemampuan untuk menangani situasi yang menyebabkan stress (Hardy, 1996 dalam Humara).
Pahlevi (1991), mendefinisikan kecemasan sebagai suatu kecenderungan untuk mempersepsikan situasi sebagai ancaman dan akan mempengaruhi tingkah laku. Handoyo (1980), mendefinisikan kecemasan sebagai suatu keadaan emosional yang dialami olah seseorang, dimana ia merasa tegang tanpa sebab. Hal yang nyata dan keadaan ini memberikan pengaruh yang tidak menyenangkan serta mengakibatkan perubahan-perubahan pada tubuhnya baik secara somatis maupun psikologis.
Teori awal yang menjelaskan tentang anxiety ini adalah Hipotesis U-terbaik. Dalam teori ini anxiety dikatakan memberi pengaruh yang besar terhadap penampilan. Semakin tinggi tingkat kecemasan, maka penampilan akan semakin optimal. Namun, jika berubah menjadi terlalu tinggi, maka penampilan akan semakin turun (seperti huruf U yang dibalik).
Anxiety sendiri dibagi menjadi beberapa jenis. Yang pertama adalah state anxiety atau biasa disebut sebagai A-state. A-state ini adalah kondisi cemas berdasarkan situasi dan peristiwa yang dihadapi. Artinya situasi dan kondisi lingkunganlah yang menyebabkan tinggi rendahnya kecemasan yang dihadapi. Sebagai contoh, seorang atlet akan merasa sangat tegang dalam sebuah perebutan gelar juara dunia. Sebaliknya, tidak begitu tegang saat menjalani pertandingan dalam kejuaraan nasional.
Yang kedua adalah trait anxiety atau biasa disebut dengan A-trait. Trait anxiety adalah level kecemasan yang secara alamiah dibawa oleh seseorang. Dalam A-trait ini tingkat kecemasan akan berbeda-beda dalam setiap individu berdasarkan kondisi kepribadian dasar yang dimilikinya. Sebagai contoh, pemain A akan merasa lebih rileks dalam menghadapi pertandingan di Pekan Olahraga Nasional, tapi untuk atlet lain dia justru merasa sangat tertekan dan sangat cemas meskipun bertanding dalam even yang sama. Hal ini disebabkan oleh persepsi dasar seorang individu dalam memandang sumber kecemasan.
Dan yang ketiga adalah Competitive anxiety. Competitive anxiety ini adalah kecemasan yang berhubungan dengan situasi kompetisi atau sebuah pertandingan. Competitive anxiety ini sendiri dibagi menjadi competitive trait anxiety dan competitive state anxiety.
Anxiety dan Penampilan
Secara sederhana, anxiety memberi pengaruh yang cukup besar terhadap penampilan seorang atlet. Menurut teori hipotesis U-terbalik maka penampilan seorang atlet akan semakin bagus saat tingkat kecemasan mulai meningkat. Namun, saat tingkat kecemasan mulai naik dan terus naik, kecenderungan penampilan akan menurun.
Namun, tingkat kecemasan dan stress antara satu orang dengan orang lain berbeda. Ada beberapa hal yang membedakan tingkat kecemasan atlet. Yang pertama adalah pengalaman. Atlet yang lebih berpengalaman terbukti memiliki level kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan atlet yang baru saja masih amatir. Yang kedua adalah situasi dan kondisi kompetisi. Kompetisi yang bersifat lebih tinggi tingkatnya cenderung menyebabkan meningkatnya tingkat kecemasan bagi seseorang. Sebagai contoh level kejuaraan dunia ternyata lebih stressful dibanding dengan kejurnas. Selain level kompetisi, fase kompetisi itu sendiri juga memberi pengaruh yang cukup besar. Dalam kompetisi sepakbola yang berformat liga, situasi yang cenderung membuat cemas adalah saat-saat kompetisi mendekati akhir dengan nilai yang tidak terpaut jauh sehingga masih ada kemungkinan mengejar atau dikejar.
Level kecemasan juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan diri seorang pemain. Pemain yang secara alamiah mempunyai tingkat kepercayaan diri tinggi memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan atlet yang rasa percaya dirinya rendah.
Jenis olahraga juga memberi sumbangan terhadap tingkat kecemasan. Olahraga yang bersifat individual menciptakan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan cabang olahraga tim (Humara, 1999). Hal ini wajar karena perasaan mempunyai teman akan membuat lebih tenang dan focus tidak terpusat pada dirinya.
Hal terakhir yang mempengaruhi tingkat kecemasan adalah jenis kelamin. Menurut beberapa penelitian, atlet perempuan lebih cenderung mempunyai tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan atlet laki-laki (Thuot, Kavouras, & Kenefick., 1998 dalam humara).
Metode Penanganan
Pengaruh terbesar kecemasan terhadap performance ada pada gerak motorik seorang atlet. Dengan tingkat kecemasan yang melebihi ambang batas, respon-respon tubuh yang muncul relative merugikan untuk sebuah penampilan. Tubuh yang gemetar membuat gerakan-gerakan menjadi terbatas, belum lagi dengan kekakuan otot yang mengiringi atlet yang cemas. Hasilnya, penampilan tidak akan maksimal. Kesalahan-kesalahan passing, atau gerakan yang tidak terkontrol akan muncul tanpa sadar.
Untuk itu, atlet perlu disiapkan untuk menangani kecemasannya dengan baik. Pelatih merupakan ujung tombak agar atletnya tidak mudah stress dan cemas. Program latihan harus diatur sedemikian rupa sehingga membiasakan para pemain berada dalam tekanan. Tentu saja bukan tekanan dari pelatih, tapi oleh situasi-situasi pertandingan tersebut.
Dalam teori kepelatihan sepakbola modern, pola-pola latihan yang melibatkan tekanan mulai diperkenalkan. Van Lingen (1989) menyatakan bahwa unsur tekanan akan membiasakan para pemain berada dalam situasi pertandingan sesungguhnya. Contoh mudah adalah dengan menghadirkan “lawan” dalam setiap sesi latihan. Latihan passing tidak dianjurkan lagi hanya dengan dua orang yang berhadap-hadapan tanpa kehadiran musuh disana. Begitu pula latihan shooting, driblling dan sebagainya.
Pola latihan yang tepat akan membuat para pemain terbiasa dengan tekanan. Hasilnya akan terlihat pada kompetisi. Pemain tidak lagi canggung untuk menghadapi musuh, karena memang sudah relative terbiasa.
Selain itu, kompetisi berjasa untuk mengasah keterampilan emosional pemain. Dengan digelarnya kompetisi rutin, maka para pemain akan lebih sering bertemu dengan “lawan” sebenarnya. Jika sejak dini seorang atlet sudah sering dihadapkan untuk mengatasi tekanan lawan, maka kemampuan untuk mengalahkan imajinasi tentang lawannya akan semakin mudah. Menurut FIFA, seorang pemain usia dini seharusnya menghadapi minimal 30 pertandingan resmi dalam setahun. Salah satu tujuannya tentu saja untuk membiasakan para pemain.
Selain cara-cara yang berkaitan dengan proses latihan, perlu juga diberikan penanganan-penanganan yang bersifat pribadi. Ini adalah tugas dari seorang konsultan psikologi atau psikologi olahraga untuk membuat sebuah bentuk penanganan untuk mengurangi tingkat kecemasan atlet dan untuk menyiapkan mental atlet dalam menghadapi pertandingan penting. Salah satunya adalah dengan imagery training.
Para atlet diajak untuk berlatih “membayangkan” situasi-situasi yang akan dihadapi di lapangan. Tujuannya adalah memberi gambaran awal tentang situasi dan kondisi yang akan dihadapi. Banyak penelitian telah membuktikan efektifitas imagery traingin ini dalam mengurangi kecemasan pemain (Yukelson, 2007)s.
Secara individual, para atlet juga harus membekali dirinya dengan keterampilan mental untuk mengurangi kecemasan yang timbul. Keterampilan-keterampilan tersebut berkaitan dengan keyakinan-keyakinan pribadi. Salah satu contohnya adalah dengan self talk. Dengan self talk, para atlet diajak untuk mengurai kemampuannya sendiri dengan lebih objektif beserta solusi-solusi atas kekurangan-kekurangannya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para atlet dalam rangka mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh tekanan pertandingan, yakni:
· Membuat perpektif yang benar; bertanding dalam sebuah cabang olahraga bukanlah masalah hidup atau mati. Dengan demikian, beban akan lebih ringan. Bukan berarti hal ini menganggap remeh sebuah pertandingan, namun sekedar meletakkan permasalahan dengan lebih objektif.
· Jangan takut untuk membuat kesalahan. Perasaan takut membuat kesalahan memberi kontribusi yang cukup besar munculnya kecemasan. Dengan menganggap bahwa tidak semua orang bisa sukses setiap waktu bisa meringankan beban. Bahkan seorang Zinedine Zidane pun melakukan kesalahan yang fatal.
· Mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Dengan berlatih keras dan dengan metode yang benar, maka semua halangan bisa dengan mudah dikalahkan.
· Berkonsentrasi tinggi. Selama pertandingan berlangsung, hilangkan persoalan-persoalan yang tidak berkaitan. Dengan berkonsentrasi pada apa yang sedang dihadapi, maka seorang pemain atau atlet akan lebih bisa berfikir rasional. Pikirkan juga apa yang sedang dilakukan, bukan semata pada hasil akhir.
Dengan pendekatan yang benar, maka kecemasan tidak akan menghalangi penampilan seorang atlet. Sebaliknya, dengan kecemasan yang relatif tinggi, sebenarnya atlet tersebut sedang bersemangat. Tinggal peran atlet, pelatih dan psikologi yang ditunggu untuk menciptakan pemain-pemain yang tidak mudah stress dan bisa dengan maksimal menggunakan skillnya untuk menciptakan prestasi.
Reference
Bentuk Pemain yang Percaya Diri
       Ingat bagaimana sikap Vieri karena tak kunjung mencetak gol lagi? Dia menjadi frustasi dan tidak lagi percaya diri saat bermain. Akibatnya permainannya tidak lagi bisa optimal.
        Percaya diri dalam sepakbola merupakan salah satu elemen penting. Hal ini terutama untuk menunjang penampilan yang optimal. Para ahli mendefinisikan percaya diri sebagai tingkat keyakinan individu yang berkaitan dengan kemampuannya dalam melakukan sesuatu dan untuk meraih keberhasilan. Tidak hanya keberhasilan secara individu. Kepercayaan diri ini akhirnya juga berkaitan dengan keberhasilan tim secara keseluruhan.
Waspadai Penyebab
         Tim yang terus menerus didera kekalahan pasti akan menimbulkan efek ambruknya rasa percaya diri seluruh tim. Dalam sepakbola, ada banyak faktor yang menyebabkan hilangnya rasa percaya diri ini. Ketidakmampuan menyelesaikan tugas, gagal berperan dalam tim, cidera, sampai persoalan pribadi, merupakan penyebab runtuhnya rasa percaya diri (lihat boks).
        Seorang pelatih harus menguasai benar faktor-faktor penyebab ini. Seorang pelatih yang tidak menguasai, seringkali justru menyebabkan pemain menjadi lebih tidak percaya diri. Pelatih yang hanya bisa marah-marah tanpa bisa memberi solusi akan menyebabkan pemain kebingungan.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari pemain seperti “apa yang salah dengan diriku?” atau “apa aku kurang bagus?” akan mengakibatkan ketidakmampuan menguasai diri. Akhirnya kesalahan demi kesalahan akan muncul. Runtuhnya kepercayaan diri ini akan mengakibatkn permorfa yang jeblok.
        Faktor cidera juga menjadi salah satu momok. Selain membuat turunnya kualitas fisik, cidera juga akan membuat para pemain selalu dihantui oleh ketakutan akan berulangnya peristiwa dia alami. Ketakutan ini akan membuat pemain tidak percaya diri lagi. Efeknya pemain tersebut tidak akan bisa tampil maksimal.
        Ketidakseimbangan antara program latihan dengan keadaan riil pemain juga membuat pemain menjadi tidak percaya diri. Buatlah program yang mendorong pemain untuk mencapai level ketrampilan yang lebih tinggi. Tapi harus diingat program latihan juga harus tetap bisa dilakukan oleh para pemain.
Pemain yang selalu gagal dalam melakukan tugas latihan akan mempunyai perasaan tidak mampu. Shooting yang terus-menerus tidak tepat sasaran, atau latihan fisik disaat para pemain kelelahan akan membuat pemain menganggap dirinya tidak cukup bagus. Hal inilah yang menimbulkan turunnya rasa tidak percaya diri.
        Selain unsur-unsur yang berkaitan dengan hal teknis, faktor pribadi juga menjadi penyebab yang cukup besar. Kehilangan orang yang disayangi seringkali membuat pemain terjebak dalam kesedihan. Kesedihan ini juga akan menimbulkan turunnya performa permainan. Untuk itu seorang pelatih harus benar-benar mengusai keadaan psikologis setiap pemain.
        Ucapan-ucapan dari pelatih, seringkali merupakan bumerang terhadap pemain. Ucapan negatif merupakan sebuah hukuman bagi pemain. Pemain yang melakukan kesalahan akan merasa semakin bersalah dengan tambahan ucapan pelatih yang melemahkan. Untuk itu hindari ucapan-ucapan yang negatif. Untuk mengomentari pemain yang melakukan kesalahan, pelatih harus memilih kata-kata yang lebih bersifat mendorong. Ucapan-ucapan seperti “kamu bodoh!”, “pakai mata dong!” atau “gimana sih, gitu aja nggak bisa?” merupakan beberapa contoh ucapan negatif yang justru akan membuat pemain merasa tidak mampu.
Bangun lewat Latihan
        Sebenarnya pemain yang mengalami penurunan kepercayaan diri bisa dilihat dengan jelas. Tanda-tanda ini bisa dilihat baik dari ucapan-ucapan atau gerakan-gerakan tubuh yang muncul dari pemain. Koordinasi gerak yang kacau, murung atau bahkan menjadi pemarah adalah beberapa dari tanda itu.
    Pemain dengan kepercayaan diri tinggi juga memunculkan tanda yang jelas bisa dilihat. Beswick (psikolog olah raga dari Inggris) mengungkapkan beberapa ucapan atau gerak tubuh pemain yang mempunyai kepercayaan diri tinggi. Berikut ini tanda-tanda orang sedang dalam kepercayaan diri tinggi.
· Keyakinan diri tinggi- dengan perkataan “saya bisa melakukannya”
· Kesan positif dari gerak tubuh, misalnya reaksi terhadap bola yang lebih baik
· Menikmati kompetisi dan proses latihan
· Tidak merasa khawatir akan gagal
· Tenang, terkendali, berkonsentrasi dan kontrol diri yang tinggi
· Tidak berusaha menjadi lebih mengesankan dibanding yang lain
· Memahami kekuatan dan kelemahan diri dan menerima apa adanya
Keadaan ini bukan merupakan bawaan dari lahir. Artinya semua itu bisa diraih dengan proses latihan yang benar. Dengan proses latihan yang benar, semua itu akan bisa dicapai. Tujuan latihan harus disesuaikan dengan keadaan dan kondisi tim secara keseluruhan. Tim yang berisi pemain-pemain muda dan baru bergabung jelas tidak mungkin dibebani tugas untuk juara kompetisi.
Tujuan ini harus realistis. Untuk bisa mencapai tujuan ini, pelatih harus menurunkannya ke dalam program latihan yang baik pula. Latihan adalah sebuah proses untuk membuat pemain mencapai level ketrampilan yang lebih baik. Untuk itu proses latihan harus bisa membuat para pemain menjadi lebih mampu bermain sepakbola dibanding sebelumnya. Sifat latihan juga harus bisa membuat pemain termotivasi untuk berbuat lebih baik.
Kenyataan ini seringkali justru menjadi bumerang. Pelatih yang merasa harus segera meningkatkan kemampuan teknis pemainnya, kemudian membuat latihan yang berat. Keadaan ini akan membuat proses latihan menjadi tidak menyenangkan. Pemain juga akan sering salah dalam melakukan instruksi pelatih. Akhirnya pemain akan merasa dirinya tidak mampu. Kondisi inilah yang memicu ambruknya rasa percaya diri pemain.
Jaga Ucapan
        Seperti diungkapkan di atas, tidak jarang pelatih yang merasa jengkel akan mengeluarkan ucapan-ucapan untuk mengekspresikan kejengkalannya. Namun, seringkali ucapan ini menyebabkan pemain merasa tidak berguna.
        Harus diingat bahwa pemain menganggap pelatih sebagai sosok yang paling tahu kondisinya. Ucapan yang negatif akan dianggap sebagai sebuah informasi bahwa pemain tersebut memang jelek. Untuk itu pelatih harus bisa menjaga ucapan-ucapannya. Hal ini terutama pada saat latihan. Latihan harus benar-benar dijadikan proses pengembangan, baik teknik maupun kepribadian pemain. Pelatih harus berfungsi sebagai motivator pada saat latihan maupun pertandingan. Jangan sampai pelatih terlihat sebagai hakim yang menghukum pemain yang salah melakukan gerakan.
        Ucapan-ucapan yang menyiratkan kebodohan pemain harus dihindari. Sebaliknya ungkapan itu harus muncul sebagai ucapan yang bersifat memberi motivasi. Ada dua jenis ucapan yang keluar dari pelatih. Yaitu itu kritikan atau pujian.
Kritikan muncul karena pemain gagal melakukan sesuatu. Kritik terhadap pemain harus dilakukan dengan positif. Misalnya “kamu bisa melakukan yang lebih baik”, atau “kamu harus belajar gerakan itu dengan lebih giat”, atau “ayo tunjukkan kemampuan terbaikmu!”
        Pujian memang harus sering keluar dari mulut pelatih, namun perlu diingat, pujian yang terlalu berlebih akan menciptakan pemain yang sombong. Pemain yang terlalu sombong akan lupa dengan keadaan dirinya. Sehingga dia akan muncul sebagai pemain yang egois dan sok. Ini akan merugikan tim secara keseluruhan. Pujian harus dilakukan secara proporsional. Pujian akan lebih baik jika diberikan langsung berkaitan dengan kemampuan teknis. Misalnya, “akurasi yang bagus!”, “bagus..memang harus sekeras itu!”, “ya..posisi itu yang tepat!” dan sebagainya.
Peran Orang Tua
        Sebagai manusia, pemain juga pasti mempunyai persoalan-persoalan pribadi. Persoalan-persoalan ini sering berpengaruh dalam penampilan. Masalah seperti kehilangan orang tua, kehilangan pacar atau mendapat musibah berpotensi besar menurunkan performa pemain.
        Dalam hal ini pelatih harus tanggap. Pelatih harus bisa menjadi teman ketika para pemain merasa sedih. Atau paling tidak pelatih harus bisa membangun tim dengan suasana kekeluargaan, sehingga para pemain tidak merasa ditinggal ketika sedang sedih. Pelatih harus bisa membuat pemain yang sedang sedih kembali termotivasi untuk berprestasi. Hal ini hanya bisa dilakukan jika pelatih memahami para pemainnya dengan baik.
        Kontribusi orang tua juga tidak bisa dianggap sepele. Orang tua adalah orang yang sangat berpengaruh terhadap pemain. Orang tua harus mengarahkan tujuan dan kemampuan anak-anaknya. Jangan sampai orang tua justru memberikan tekanan-tekanan yang berlebihan pada anak-anaknya.
Para pemain muda masih sangat rentan dengan pengaruh-pengaruh dari lingkungan. Seringkali para pemain terpengaruh untuk cepat berprestasi dengan cara-cara instan. Seperti penggunaan obat-obatan atau berbuat curang di lapangan.
        Orang tua harus bisa memberikan keyakinan bahwa satu-satunya jalan untuk sukses adalah berlatih dengan benar. Selain itu orang tua juga harus bisa membuat anak-anaknya yakin dengan dirinya sendiri. Orang tua juga harus mampu berperan sebagai teman ketika para pemain merasa tidak percaya diri lagi.
        Selain itu, pemain sendiri juga harus belajar bagaimana mengontrol dirinya sendiri. Pemain harus bisa melihat keadaan dirinya dengan lebih objektif. Belajar untuk memahami diri dan lingkungan menjadi sangat penting. Tujuan pribadi, seperti mengapa mereka bermain sepakbola, untuk apa berlatih, mengendalikan emosi dan sebagainya harus dipahami dengan benar.
Pemain yang merasa dirinya paling hebat akan merasa tertekan jika suatu saat dia mengalami kegagalan. Pemain harus terbiasa melihat situasi dengan objektif. Tidak gampang mengambil kesimpulan dan tidak mudah menyerah.
        Untuk membantu menciptakan pemain yang seperti ini latihan-latihan tambahan juga perlu diberikan. Latihan-latihan yang bersifat membangun mental merupakan salah satu cara yang saat ini banyak ditempuh. Tentu saja peran profesional seperti psikolog atau motivator atlet perlu dipertimbangkan. Latihan-latihan seperti Relaksasi, Mental Imagery, atau latihan team building perlu dicoba untuk diterapkan.
        Memang untuk bisa sukses akan timbul persoalan-persoalan di tengah jalan. Pemain yang semakin sering mendapat sorotan karena prestasinya mempunyai potensi gangguan yang lebih besar. Hilangnya rasa percaya diri hanyalah salah satu masalah yang mungkin timbul. Namun dengan koordinasi semua pihak dan program klub maupun latihan yang rapi akan menciptakan pemain yang mempunayi kepercayaan diri tinggi tidak mudah menyerah.
Percaya Diri Gapai Prestasi!

Apa yang terjadi jika seorang atlet merasa kehilangan kepercayaan dirinya? Kalah sebelum bertanding mungkin akan menjadi hasil yang di dapat. Namun, bagaimana jika ada atlet mempunyai rasa percaya diri yang berlebih? Kekalahan akan membuatnya runtuh seketika.
Atlet yang merasa tidak percaya diri, atau sering disebut diffident, merupakan akibat dari ketidakyakinannya pada kemampuan yang dia miliki. Atlet tersebut mempersepsi dirinya terlalu rendah sehingga kemampuan optimalnya tidak tampak. Dengan kata lain, atlet tersebut meremehkan dirinya sendiri. Untuk kasus seperti ini, sebuah kesalahan kecil akan menimbulkan malapetaka, karena akan mengukuhkan persepsi tentang ketidakmampuannya.
Kasus yang tidak kalah merugikannya adalah ketika seorang atlet mempunyai kepercayaan diri yang melampaui batas atau overconfidence. Dengan kata lain, atlet tersebut mempunyai keyakinan yang terlalu berlebih mengenai kemampuan aslinya (Wann, 1997). Overconfidence inipun tidak kalah berbahaya dari kekurangan rasa percaya diri. Akibat kepercayaannya yang tidak sesuai dengan kondisi nyata, atlet tersebut akan cenderung untuk mengurangi atau bahkan malas berlatih. Efeknya adalah penurunan performa pada saat kompetisi. Dan karena atlet dengan rasa percaya diri yang berlebihan ini biasanya tidak pernah membayangkan kekalahan, maka pada saat harus menerima kekalahan yang muncul adalah rasa frustasi yang berlebihan.
Oleh karena itulah, seorang atlet harus tetap menjaga rasa percaya dirinya (self confidence) pada titik yang optimal. Mereka harus memandang secara rasional kemampuannya. Seorang atlet yang mempunyai rasa percaya diri optimal biasanya mampu menangani situasi yang sulit dengan baik. Mereka akan mengembangkan sikap yang rasional, mau bekerja keras, melakukan persiapan yang memadai dan juga mempunyai banyak alternatif untuk memecahkan kesulitan yang muncul (Dosil, 2006).

Lentur dan Mudah Berubah
Dari gambaran di atas, jelas terlihat bahwa kepercayaan diri merupakan elemen penting yang memengaruhi penampilan seorang atlet. Percaya diri sendiri sering diartikan sebagai gambaran atas kemampuan pribadi yang berkaitan dengan tujuan tertentu. Atau dalam definisi yang lain, kepercayaan diri keyakinan atau tingkat kepastian yang dimiliki oleh seseorang tentang kemampuannya untuk bisa sukses dalam olahraga (Wann, 1997). Artinya ada unsur keyakinan akan kemampuan diri yang bersinggungan dengan kondisi riil pertandingan atau tujuan yang akan dicapai.
Ada banyak aspek yang dapat meningkatkan rasa percaya diri seorang atlet. Yang paling sering ditemui adalah keberhasilan atau prestasi yang di raih sebelumnya. Dalam kasus sepakbola, kemenangan-kemenangan di pertandingan sebelumnya sering dijadikan pelecut yang memompa kepercayaan diri pemain. Dengan kata lain, kemenangan pertandingan sebelumnya dapat meningkatkan rasa percaya diri pemain untuk pertandingan selanjutnya.
Selain itu, aspek lain yang berpengaruh adalah penguasaan teknik dan skill yang diperlukan. Beberapa waktu yang lalu, Chris John menyatakan kesiapan serta keyakinannya untuk mengalahkan Petinju dari Jepang atas dasar latihannya yang keras untuk mempunyai pukulan yang mematikan. Dalam hal ini, Chris John merasa telah menguasai sebuah keterampilan atau skill yang dibutuhkan untuk mengalahkan lawan-lawannya.
Hal lain yang mempengaruhi kepercayaan diri seorang atlet adalah konsep diri. Konsep diri merupakan sebuah gambaran mengenai dirinya sendiri. Konsep diri seringkali disebut sebagai self perception. Gambaran dan keyakinan mengenai siapa diri kita sangat menentukan rasa percaya diri seseorang.
Penjelasan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya kepercayaan diri itu adalah sesuatu yang lentur dan sangat rentan dengan perubahan. Kekalahan demi kekalahan, komentar yang buruk dari lingkungan maupun media, atau bahkan kesalahan dalam memersepsi kemampuan diri bisa jadi menjadi faktor ambruknya rasa percaya diri seorang pemain atau atlet.

Menumbuhkan dan Memelihara
Jelas merupakan pekerjaan rumah bersama antara pemain/atlet, pelatih dan para psikolog olahraga yang mendampingi untuk mencari metode dan cara agar tingkat kepercayaan diri seorang atlet bisa dipertahankan dalam level yang optimal. Usaha pemain/atlet akan sia-sia seandainya pelatih yang menanganinya memberi komentar yang justru meruntuhkan rasa percaya diri atlet.
Penelitian yang dilakukan oleh Chie-der menunjukkan bahwa ada beberapa sumber dari rasa percaya diri, yakni penyempurnaan skill, demonstrasi, dan penampilan fisik. Ketiga sumber ini merupakan hasil dari latihan yang, tentu saja, merupakan peran dari pelatih. Dari penelitian tersebut terlihat bahwa ketika seorang atlet basket mampu menyempurnakan skill, melakkukan demonstrasi serta menunjukkan penampilan fisik yang optimal, maka tingkat rasa percaya dirinya pun akan meningkat.
Untuk pemain/atlet, ada beberapa saran yang bisa dilakukan untuk menjada rasa percaya diri dalam posisi optimal, di antaranya adalah tetap realistis terhadap kemampuan yang dimiliki dengan melihat tugas yang harus dihadapi. Tidak semua kompetisi mempunyai tingkat kesulitan yang sama. Sehingga seorang pemain harus mampu melihat kemampuan optimalnya berdasar level kompetisi yang mereka ikuti.
Pergunakan pengalaman yang lampau untuk media belajar, baik itu berupa keberhasilan maupun kegagalan. Menyusun tujuan dan pencapaian yang realistis akan membantu memudahkan mencapai taraf percaya diri yang optimal. Mempersiapkan diri sebaik-baiknya dan mengenali teknik-teknik yang belum begitu dikuasai untuk kemudian dilatih dengan lebih intensif.
Untuk para pelatih, memelihara rasa percaya diri para pemain tidak hanya dilakukan melalui ucapan-ucapan. Memang ucapan pelatih merupakan salah satu suntikan motivasi yang bagus bagi atlet yang sedang mengalami penurunan, namun kadang-kadang ucapan bisa menjadi bumerang yang justru akan menjatuhkan mental.
Untuk itu memelihara rasa percaya diri pemain agar tetap dalam kondisi optimal bisa juga dilakukan dalam sesi latihan. Latihan yang menggunakan goal setting akan memacu para pemain untuk menyelesaikan dengan baik. Tapi harus diingat, membuat goal yang realistis akan membuat rasa percaya diri pemain naik, karena ada persepsi bahwa mereka bisa menyelesaikan tugas dengan sempurna.
Menjadikan diri sebagai model atau panutan juga akan membantu. Di lapangan, bagaimanapun juga, seorang pelatih adalah model bagi atletnya. Apa yang dilakukan oleh model, sedikit banyak akan ditiru oleh pemain. Untuk itulah, seorang pelatih harus tetap menjaga wibawa dan menunjukkan bahwa dirinya pantas untuk ditiru, baik dalam bentuk ucapan maupun bahasa tubuh.
Mengajak pemain untuk mempraktekkan self talking terbukti membantu. Self talking adalah aktivitas untuk mengenali dirinya lebih jauh lagi. Dengan self talking, seseorang diajak untuk lebih realistis dalam melihat kelebihan dan kekurangan. Dengan demikian, pemain akan tetap sadar dengan kemampuan terbaiknya, sebaliknya seandainya masih ada kekurangan, pemain bisa meningkatkannya.
Memberi pujian juga merupakan salah satu metode yang bisa dilakukan. Pujian mengandung penguat positif yang mempunyai kecenderungan menguatkan perilaku. Dengan memberi pujian pada pemain yang mampu menyelesaikan tantangan, maka akan memberikan persepsi yang positif bagi atlet (Wann, 1997).

Peran Psikolog
Untuk olahraga-olahraga tim, peran pelatih barangkali mempunyai keterbatasan yang disebabkan oleh jumlah pemain yang cukup banyak. Dari kondisi tersebut, pelatih seringkali mempunyai kesulitan dalam mengenali satu persatu kondisi mental para pemainnya. Untuk itulah para pelatih sebaiknya didampingi oleh seorang psikolog olahraga yang bertugas untuk membantu memberi masukan dan memahami para pemain satu demi satu.
Psikolog dapat berperan lebih aktif dalam peningkatan rasa percaya diri atlet ini dengan memberi masukan kepada pelatih mengenai kondisi kejiwaan masing-masing pemain. Selain itu, seorang psikolog juga harus mampu segera memberi analisis dan saran perlakukan seandainya ada pemainnya yang merasa tidak percaya diri.
Selain itu, yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan teknik imagery training. Imagery training adalah visualisasi mental yang berkaitan dengan tugas atau pertandingan yang akan berlangsung. Dalam imagery training, seorang pemain diajak untuk membayangkan secara langsung suasana dan situasi pertandingan yang akan dihadapi. Mulai dari lawan, penonton, hingga kesulitan-kesulitan yang kira-kira akan muncul dalam pertandingan.
Tujuan dari imagery training adalah agar atlet/pemain mempunyai gambaran yang lebih riil mengenai kemampuannya, masalah-masalah yang mungkin akan timbul sehingga dia bisa segera mencari solusi, atau mungkin suasana penonton yang bisa jadi akan melakukan teror. Dengan gambaran-gambaran lebih nyata ini, para atlet akan mampu bersikap dan mengambil tindakan sesuai dengan kebutuhan dalam konteks memenangkan pertandingan.


Psikologi Olahraga & Psikologi Latihan

Sekalipun Weinberg dan Gould (1995) memberikan pandangan yang hampir serupa atas psikologi olahraga dan psikologi latihan (exercise psychology), karena banyak kesamaan dalam pendekatannya, beberapa peneliti lain (Anshel, 1997; Seraganian, 1993; Willis & Campbell, 1992) secara lebih tegas membedakan psikologi olahraga dengan psikologi latihan. Weinberg dan Gould, (1995) mengemukakan bahwa psikologi olahraga dan psikologi latihan memiliki dua tujuan dasar:
1. mempelajari bagaimana faktor psikologi mempengaruhi performance fisik individu
2. memahami bagaimana partisipasi dalam olahraga dan latihan mempengaruhi perkembangan individu termasuk kesehatan dan kesejahteraan hidupnya
Di samping itu, mereka mengemukakan bahwa psikologi olahraga secara spesifik diarahkan untuk:
1. membantu para professional dalam membantu atlet bintang mencapai prestasi puncak
2. membantu anak-anak, penderita cacat dan orang tua untuk bisa hidup lebih bugar
   3. meneliti faktor psikologis dalam kegiatan latihan dan
   4. memanfaatkan kegiatan latihan sebagai alat terapi, misalnya untuk terapi   depressi (Weinberg & Gould, 1995).
            Sekalipun belum begitu jelas letak perbedaannya, Weiberg dan Gould (1995) telah berupaya untuk menjelaskan bahwa psikologi olahraga tidak sama dengan psikologi latihan. Namun dalam prakteknya biasanya memang terjadi saling mengisi, dan kaitan keduanya demikian eratnya sehingga menjadi sulit untuk dipisahkan. Tetapi Seraganian (1993) serta Willis dan Campbell (1992) secara lebih tegas mengemukakan bahwa secara tradisional penelitian dan praktik psikologi olahraga diarahkan pada hubungan psikofisiologis misalnya responsi somatik mempengaruhi kognisi, emosi dan performance. Sedangkan psikologi latihan diarahkan pada aspek kognitif, situasional dan psikofisiologis yang mempengaruhi perilaku pelakunya, bukan mengkaji performance olahraga seorang atlet. Adapun topik dalam psikologi latihan misalnya mencakup dampak aktivitas fisik terhadap emosi pelaku serta kecenderungan (disposisi) psikologi, alasan untuk ikut serta atau menghentikan kegiatan latihan olahraga, perubahan pribadi sebagai dampak perbaikan kondisi tubuh atas hasil latihan olahraga dan lain sebagainya (Anshel, 1997).
Jelaslah kini bahwa psikologi olahraga lebih diarahkan para kemampuan prestatif pelakunya yang bersifat kompetitif; artinya, pelaku olahraga, khususnya atlet, mengarahkan kegiatannya olahraganya untuk mencapai prestasi tertentu dalam berkompetisi, misalnya untuk menang. Sedangkan psikologi latihan lebih terarah pada upaya membahas masalah-masalah dampak aktivitas latihan olahraga terhadap kehidupan pribadi pelakunya. Dengan kata lain, psikologi olahraga lebih terarah pada aspek sosial dengan keberadaan lawan tanding, sedangkan psikologi latihan lebih terarah pada aspek individual dalam upaya memperbaiki kesejahteraan psikofisik pelakunya.
 Sekalipun demikian, kedua bidang ini demikian sulit untuk dipisahkan, karena individu berada di dalam konteks sosial dan sosial terbentuk karena adanya individu-individu. Di samping itu kedua bidang ini melibatkan aspek psikofisik dengan aktivitas aktivitas yang serupa, dan mungkin hanya berbeda intensitasnya saja karena adanya faktor kompetisi dalam olahraga.
Sejarah Psikologi Olahraga di Indonesia
Jadi, di satu pihak seorang praktisi psikolog yang memiliki ijin praktik belum tentu memiliki cukup pengetahuan ilmu keolahragaan, di lain pihak, pakar keolahragaan tidak dibekali pendidikan khusus psikoterapi dan konseling. Akibatnya, sampai saat ini masih terjadi kerancuan akan siapa sesungguhnya yang berhak memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi olahraga. Idealnya adalah seorang konsultan atau psikoterapis memperoleh pelatihan khusus dalam bidang keolahragaan; sehingga sebagai seorang praktisi ia tetap berada di atas landasan professinya dengan mengikuti panduan etika yang berlaku, dan di samping itu pengetahuan keolahragaannya juga cukup mendukung latar belakang pendidikan formalnya.
 Dalam upaya mengatasi masalah ini IPO sebagai asosiasi psikologi olahraga nasional tengah berupaya menyusun ketentuan tugas dan tanggung jawab anggotanya. Di samping itu, IPO juga tengah berupaya menyusun kurikulum tambahan untuk program sertifikasi bagi para psikolog praktisi yang ingin memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi olahraga. Kurikulum tersebut merupakan bentuk spesialisasi psikologi olahraga yang meliputi: 1) Prinsip psikologi olahraga, 2) Peningkatan performance dalam olahraga, 3) Psikologi olahraga terapan, 4) Psikologi senam.
 Masalah lain yang juga kerapkali timbul dalam penanganan aspek psikologi olahraga adalah dalam menentukan klien utama. Sebagai contoh misalnya pengguna jasa psikolog dapat seorang atlet, pelatih, atau pengurus. Kepada siapa psikolog harus memberikan pelayanan utama jika terjadi kesenjangan misalnya antara atlet dan pengurus, padahal psikolog dipekerjakan oleh pengurus untuk menangani atlet, dan atlet pada saat tersebut adalah pengguna jasa psikologi. Di satu pihak psikolog perlu menjaga kerahasiaan atlet, di lain pihak pengurus mungkin mendesak psikolog untuk menjabarkan kepribadian atlet secara terbuka demi kepentingan organisasi. Sachs (1993) menawarkan berbagai kemungkinan seperti misalnya menerapkan perjanjian tertulis untuk memberikan keterangan; namun demikian, jika atlet mengetahui bahwa pribadinya akan dijadikan bahan pertimbangan organisasi, ia mungkin cenderung akan berperilaku defensif, sehingga upaya untuk memperoleh informasi tentang dirinya akan mengalami kegagalan. Karenanya, seorang psikolog harus dapat bertindak secara bijaksana dalam menangani masalah ini, demikian pula, hendaknya seorang pelatih yang kerapkali bertindak selaku konsultan bagi atletnya kerap kali harus mampu melakukan pertimbangan untuk menghadapi masalah yang serupa.
 Atlet, Pelatih, & Lingkungan
Atlet, pelatih dan lingkungan merupakan tiga aspek yang berkaitan satu sama lain dalam membicarakan psikologi olahraga dan psikologi senam. Istilah atlet tidak terbatas pada individu yang berprofesi sebagai olahragawan, tetapi juga mencakup individu secara umum yang melakukan kegiatan olahraga. Pelatih harus dibedakan dari sekedar instruktur, karena pelatih tidak hanya mengajarkan atlet bagaimana melakukan gerakan-gerakan olahraga tertentu, tetapi juga mendidik atlet untuk memberikan respon yang tepat dalam bertingkah laku di dalam dan di luar gelanggang olahraga. Lingkungan tidak terbatas pada lingkungan fisik semata-mata tetapi juga lingkungan sosial masyarakat, termasuk di dalamnya lingkungan kehidupan tempat atlet tinggal.
 Atlet, pelatih dan lingkungan adalah tiga aspek yang merupakan suatu kesatuan yang menentukan athletic performance. Istilah atlethic performance agak sulit untuk diterjemahkan karena merupakan suatu istilah spesifik yang tidak bisa disamakan artinya dengan misalnya perilaku atletik.
 Atlet
Seorang atlet adalah individu yang memiliki keunikan tersendiri. Ia memiliki bakat tersendiri, pola perilaku dan kepribadian tersendiri serta latar belakang kehidupan yang mempengaruhi secara spesifik pada dirinya. Sekalipun dalam beberapa cabang olahraga atlet harus melakukannya secara berkelompok atau beregu, pertimbangan bahwa seorang atlet sebagai individu yang unik perlu tetap dijadikan landasan pemikiran. Karena, misalnya di dalam olahraga beregu, kemampuan adaptif individu untuk melakukan kerjasama kelompok sangat menentukan perannya kelak di dalam kelompoknya.
             Adalah sesuatu hal yang mustahil untuk menyamaratakan kemampuan atlet satu dengan lainnya, karena setiap individu memiliki bakat masing-masing. Bakat yang dimiliki atlet secara individual ini lah yang sesungguhnya layak untuk memperoleh perhatian secara khusus agar ia dapat memanfaatkan potensi-potensinya yang ada secara maksimum.
             Namun demikian, keunikan individu seorang atlet seringkali disalahartikan sebagai perilaku menyimpang (Anshel, 1997). Sebagai contoh petenis John McEnroe menggunakan perilaku marahnya untuk membangkitkan semangatnya. Namun bagi mereka yang tidak memahami hal ini menganggap McEnroe memiliki kecenderungan pemarah. Masalahnya adalah mungkin perilaku marahnya dapat mengganggu lawan tandingnya sehingga hal ini dirasakan sebagai sesuatu yang kurang sportif untuk menjatuhkan mental lawan tandingnya. Demikian pula Monica Seles sering ditegur karena lenguhannya yang keras pada saat memukul bola, namun sesungguhnya hal ini merupakan keunikan perilakunya, dan karena tidak adanya aturan khusus untuk melarang hal tersebut, sebenarnya memang Seles tidak melakukan pelanggaran apapun. Adalah juga keliru menganggap bahwa setiap atlet membutuhkan masukan dari pelatihnya pada saat menjelang pertandingan. Karena ada atlet-atlet yang lebih cendeung memilih untuk berada sendiri daripada ditemani oleh orang lain. Jadi, setiap atlet memiliki ciri khas masing-masing, dan tidak bisa dilakukan penyamarataan dalam melakukan pendekatan terhadap atlet. Hal-hal seperti inilah yang perlu difahami oleh para pembina dalam membina para atletnya. Karena justru keunikan merekalah yang membuat mereka mampu berprestasi puncak. Sedangkan mereka yang tergolong “normal” memang hanya memiliki prestasi normal-normal (biasa-biasa) saja.
 Pelatih
            Pelatih, seperti telah disinggung di atas, bukan sekedar instruktur olahraga yang memberitahukan atlet cara-cara untuk melakukan gerakan tertentu dalam olahraga. Pelatih juga merupakan tokoh panutan, guru, pembimbing, pendidik, pemimpin, bahkan tak jarang menjadi tokoh model bagi atletnya. Pelatih sendiri juga mungkin meniru gaya pelatih lain atau pelatih senior yang melatih dirinya. Ada pepatah asing yang mengatakan “monkey see, monkey do”, artinya apa yang dilihat, itulah yang dikerjakan. Demikianlah hal yang harus disadari oleh pelatih bahwa apa yang dilakukannya kelak akan dijadikan contoh oleh atletnya. Dengan kata lain atlet cenderung untuk meniru hal-hal yang dikerjakan oleh pelatihnya. Pelatih harus waspada akan hal-hal yang disampaikan pada atletnya, karena atlet cenderung akan mencamkan yang diutarakan oleh pelatihnya. Hal yang diutarakan pelatih pada atlet dipandang sebagai prinsip oleh atlet, dan atlet cendrung berupaya untuk mentaatinya. Demikian pula ekspressi emosi pelatih terhadap atletnya akan banyak berpengaruh terhadap perilaku atlet (Anshel, 1997).
             Kecemasan pelatih menjelang pertandingan dapat mempengaruhi atlet untuk menjadi makin cemas dalam bertanding. Lontaran ucapan pelatih yang kurang layak dapat dirasakan sangat menyakitkan oleh atlet sehingga dapat memberikan pengaruh negatif pada atlet dalam berlatih maupun bertanding. Demikian pula penerapan disiplin yang tidak jelas, terlebih disertai dengan penguatan yang kurang tepat akan memberikan dampak buruk bagi penampilan atlet. Adalah tugas pelatih untuk memainkan peran penting dalam masalah-masalah psikologis seperti di bawah ini :
     * Memotivasi atlet sebelum, selama, dan setelah periode latihan maupun pertandingan
    * Memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan sikap atlet
    * Memperbaiki citra diri dan keyakinan diri atlet
    * Menjadi pimpinan yang baik untuk meningkatkan moral atlet
    * Memahami dan memnuhi kebutuhan atlet
    * Mengidentifikasi potensi dan mempromosikan perkembangan atlet
    * Mempertahankan konsistensi performance atlet
    * Membantu atlet mengatasi tekanan mental, kekecewaan, dan berbagai permasalahan yang berpotensi mengganggu performancenya kelak
    * Mempersiapkan atlet dengan memberikan bekal keterampilan dan strategi bertanding.
Lingkungan
             Lingkungan mencakup situasi, kondisi, interaksi atlet dengan atlet lain, dengan pelatih, dengan lawan tanding, penonton, peliput olahraga, serta juga terkait dengan kondisi fisik perlengkapan, fasilitas dan lain-lain. Dalam berbagai jenis olahraga, lingkungan juga terkait dengan masalah cuaca dan medan pertandingan. Di samping itu, lingkungan juga mencakup keutuhan kelompok, kebersamaan kelompok, sifat saling membantu di antara anggota kelompok, perasaan bangga dan lain-lain. Lingkungan memiliki aspek cakupan yang demikian luasnya, karenanya sejumlah aspek yang menentukan seringkali luput dari pengamatan.
Adalah penting untuk ditelaah besarnya peran lingkungan terhadap performance atlet, dan tangguh serta tanggapnya atlet terhadap kondisi lingkungan. Atlet yang kurang tanggap terhadap kondisi lingkungan bisa kehilangan kewaspadaan, atlet yang kurang tangguh bisa mudah terpengaruh oleh kondisi lingkungan. Selanjutnya, dukungan lingkungan yang besar mungkin dapat memberi dampak positif bagi performance atlet; sebaliknya kondisi lingkungan yang terlalu menekan cenderung memberi dampak negatif pada atlet.
             Ketiga aspek yang tidak terpisahkan ini (atlet, pelatih dan lingkungan) memiliki hubungan interaksi yang demikian kompleks sehingga memang tidak terlalu mudah untuk mengkajinya. Namun demikian berbagai upaya harus terus dilakukan sebagai usaha untuk terus mengembangkan potensi atlet secara maksimal. Kompleksitas hubungan interaktif ketiga aspek ini seringkali kurang memperoleh perhatian serius; sebaliknya sejumlah upaya yang dilakukan juga sering melupakan atau memperkecil peran satu aspek dibandingkan aspek lainnya. Padahal, hambatan yang terjadi pada salah satu aspek tertentu, betapapun kecil tampaknya bisa memberi pengaruh yang besar pada performance atlet.
Motivasi: Bahan Bakar Prestasi!
Penampilan seorang atlet tidak bisa dilepaskan dari daya dorong yang dia miliki. Sederhananya, semakin besar daya dorong yang dimiliki, maka penampilan akan semakin optimal, tentu saja jika ditunjang dengan kemampuan teknis dan kemampuan fisik yang memadai. Daya dorong itulah yang biasa disebut dengan motivasi.Menurut Hodgetts dan Richard (2002) motif adalah sesuatu yang berfungsi untuk meningkatkan dan mempertahankan serta menentukan arah dari perilaku seseorang. Sedang motivasi adalah motif yang tampak dalam perilaku. Motif lah yang memberi dorongan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas. Hampir semua aktivitas manusia didorong oleh motif-motif tertentu yang bersifat sangat individualis.
secara garis besar, ada dua jenis motivasi jika dilihat dari arah datangnya; yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang datang dari dalam diri individu. Sebagai contoh keinginan untuk mendapat poin sempurna dalam sebuah kejuaraan senam, atau keinginan untuk menyelesaikan sebuah handicap dalam olahraga motocross. Motivasi yang datang dari dalam diri individu tanpa campur tangan faktor luar inilah yang biasa disebut sebagai motivasi intrinsik.
Motivasi ekstrinsik biasa didefinisikan sebagai motivasi yang datang dari luar individu. Keinginan mendapat penghargaan, uang, trophi dan sebagainya merupakan contoh-contoh motivasi yang berasal dari luar individu. Secara umum, motivasi ekstrinsik lebih sering berbentuk kebendaan atau juga pujian.
Meskipun berbeda, kedua jenis motivasi ini sesungguhnya saling berkait satu sama lain dan bentuknya yang saling berubah-ubah. Motivasi intrinsik bisa muncul akibat adanya penghargaan yang menjadi iming-iming pun demikian dengan sebaliknya. Motivasi ekstrinsik adalah kelanjutan dari adanya motivasi intrinsik yang mengawali seseorang melakukan sebuah aktivitas.
Memang banyak ahli yang mengatakan bahwa motivasi intrinsiklah yang sebenarnya diperlukan oleh seorang atlet dalam setiap penampilannya. Karena motivasi intrinsik lebih bersifat tahan lama dibanding motivasi ekstrinsik. Mudahnya, motivasi ekstrinsik akan hilang seiring dengan hilangnya hadiah, reward, atau uang yang diinginkan, tapi tidak demikian jika yang dimiliki adalah motivasi intriksik. Namun sekali lagi, kedua jenis motivasi ini saling bertumpuk dan mempengaruhi satu sama lain.
Olahraga yang berorientasi pada prestasi merupakan salah satu aktivitas yang disadari. Selalu ada tujuan yang ingin dicapai oleh seorang atlet saat mereka melakukan aktivitasnya. Dalam suatu kejuaraan, tentu saja prestasi tertinggi yang ingin dicapai oleh seorang atlet. Namun, tak jarang juga, seorang atlet tampil hanya karena desakan dari pihak-pihak luar yang menginginkannya menjadi seorang juara.
Motivasi tidak bersifat permanen. Ada banyak hal yang bisa dengan mudah menghilangkan atau memunculkan motivasi seorang atlet. Mengambil contoh Piala Asia 2007, para pemain Indonesia seperti mendapat suntikan motivasi yang luar biasa saat puluhan ribu penonton menyaksikan pertandingan Timnas Indonesia. Namun, saat Piala Dunia 1998, Timnas Nigeria yang waktu itu diharapkan menjadi kuda hitam, tiba-tiba melempem akibat gaji yang belum dibayarkan oleh federasi sepakbola negaranya.
Contoh di atas merupakan ilustrasi yang sahih tentang bagaimana rapuhnya motivasi yang dimiliki oleh seseorang. Satu ketika bisa menjadi sangat besar, tapi disaat yang lain tiba-tiba menghilang tanpa bekas. Untuk itulah diperlukan suatu metode yang berlangsung terus menerus agar motivasi atlet tetap terjaga.
Pendampingan Berkelanjutan
Dalam olahraga prestasi, yang tentu saja sudah menjadi sebuah industri tontonan, peran orang yang berperan sebagai penyuntik motivasi menjadi sangat penting. Tidak ayal, olahraga prestasi (dalam cabang apapun) membutuhkan penampilan yang konsisten dari seorang atlet. Penampilan konsisten ini termasuk juga mempunyai motivasi yang selalu tinggi.
Bisa dikatakan, orang-orang terdekat atlet adalah orang-orang yang berpotensi besar menjadi penyuntik motivasi. Baik orang tua, saudara, teman, terlebih pelatih. Seorang pelatih harus memahami benar karakter atlet binaannya. Syarat tersebut mutlak, karena pelatihlah yang mengetahui secara mendalam kemampuan terbaik dari seorang atlet. Pelatih olahraga saat ini tidak cukup hanya membekali dirinya dengan kemampuan melatih teknik, tapi juga harus mengauasai ilmu psikologi sebagai bekal untuk mendampingin atlet dalam menjaga kondisi mentalnya. Banyak pelatih yang dikatakan sukses juga merupakan seorang motivator ulung.
Namun, dewasa ini peran pelatih yang terlalu besar terkadang tidak lagi mampu mengkaver segala sesuatu yang terjadi pada atletnya. Disaat itulah dibutuhkan seorang “pembantu” pelatih yang secara spesifik mengurusi perkembangan emosi atletnya. Biasanya “pembantu” ini adalah seorang motivator atau lebih luasnya adalah seorang psikolog olahraga yang bekerja sama secara penuh dengan pelatih kepala.
Suntikan Lewat Latihan
Pada umumnya, suntikan motivasi pemain atau atlet masih berbentuk oral atau diucapkan, seperti kata-kata pujian atau semacamnya. Namun, mengikuti perkembangan metode kepalatihan dewasa ini, suntikan motivasi bisa diwujudkan dalam proses latihan teknis yang dilalui. Sebagai contoh, dalam sesi latihan sepakbola untuk usia muda, latihan bisa diset dengan menghadirkan kompetisi internal antar pemain.
Dalam latihan passing, misalnya, pola latihan tidak hanya berhadap-hadapan dua orang pemain. Tapi bisa menghadirkan gawang kecil sebagai salah satu pemancing munculnya kompetisi. Seorang pemain harus mengumpan masuk melalui gawang kecil tersebut, dan yang paling banyak masuk akan mendapat reward tertentu. Sekali lagi, pelatih harus jeli dan cermat dalam membuat pola latihan ini.
Selain untuk memicu motivasi dalam latihan, pola latihan seperti di atas bisa memudahkan pelatih dalam mengajarkan satu gerakan tertentu. Selain itu, diharapkan dengan penguasaan kemampuan teknik tertentu, pemain akan lebih percaya diri ketika menghadapi pertandingan sesungguhnya.
Pola lain dalam menyuntik motivasi adalah dengan membakar secara verbal. Namun harus diingat, memotivasi dengan menggunakan cara-cara verbal ini harus benar-benar memperhatikan kondisi dasar kepribadian pemain. Kita tidak bisa menggunakan metode crash talk atau mengatakan dengan cara meledak-ledak dan langsung jika yang dihadapi pemain-pemain yang mempunyai tipe kepribadian yang cenderung introvert. Sebaliknya, bisa digunakan sandwich talk dengan terlebih dulu memberi pujian di awal baru “membakar” di tengah dan diakhiri dengan pujian-pujian lagi.
Sebenarnya ada banyak metode dan cara dalam memotivasi seorang atlet. Tapi pada prinsipnya, hal pertama yang harus dikuasai adalah ilmu psikologi supaya terlebih dahulu bisa memetakan kondisi atletnya. Cara memotivasi yang salah hanya akan menjadi bumerang yang tidak jarang justru melemahkan motivasi atlet.
Kompetisi dan Ketahanan Mental!
Selamat buat Timnas Indonesia. Meski tidak lolos, Ponaryo dkk. telah berhasil mempertontonkan sebuah semangat dan motivasi yang luar biasa. Begitu besarnya motivasi dan semangat hingga level permainan mereka, secara tak sadar, juga mengalami peningkatan yang luar biasa.
Hal itu adalah bukti, bahwa kondisi mental sangat berpengaruh terhadap kemampuan atletis seseorang. Didukung dengan mental yang tangguh, maka kemampuan fisik dan keunggulan teknik permainan akan menjadi sebuah sinergi yang akan menghasilkan kemampuan dan penampilan yang luar biasa.
Ponaryo dkk. telah berhasil mempertontonkan hal itu. Memang hasilnya cukup mengecewakan, tapi paling tidak hal itu adalah angin segar bagi persepakbolaan Indonesia. Satu pernyataan yang sebenarnya bisa diucapkan adalah Indonesia bisa masuk dalam level dunia. Tapi tentu saja dengan syarat, ada sinergi antara fisik, teknik dan mental para pemain.
Lewat Kompetisi
Membangun mental pemain sebenarnya tidak berbeda dengan membentuk pemain sepakbola yang berteknik dan berfisik prima. Artinya mental harus dibangun dengan proses panjang dan berjenjang. Pemain kelas dunia semacam Zidane, Beckham, Ronaldo, Messi dll. adalah akibat dari sebuah proses panjang dan berkelanjutan. Mereka menjalani sebuah perjalanan yang disebut latihan dengan baik.
Menurut Van Lingen, Direktur Teknis KNVB (persatuan sepakbola Belanda) ada 3 unsur yang harus selalu dihadirkan oleh seorang pelatih dalam membangun pemain-pemain berkualitas. Ketiga unsur itu biasa disebut dengan TIC, yakni Technic, Insight, dan Communication. Sebuah latihan harus ditekankan untuk melatih teknik bermain dari para pemain, khususnya para pemain usia muda. Insight adalah pemahaman para pemain dalam permainan sepakbola. Bahwa sepakbola adalah sebuah permainan dimana lawan akan selalu berusaha merebut bola dan mencetak gol ke gawang kita. Dan sepakbola juga merupakan permainan tim yang terdiri dari 11 orang. Untuk itu pemain harus diberi pemahaman bahwa yang harus dilakukan adalah bekerja sama untuk menahan lawan mencetak gol serta bekerja sama untuk mencetak gol ke gawang lawan.
Dan yang ketiga adalah Communication. Kerjasama antarpemain dilapangan harus didasari oleh pola komunikasi yang terjalin antarpemain. Tanpa adanya komunikasi, maka pemain akan saling menyalahkan dan akhirnya tidak terjadi kerjasama. Ketiga proses tersebut merupakan terjemahan langsung dari proses pembangunan pemain dari sisi Teknik bermain, fisik serta mental.
Kompetisi yang Mematangkan
Untuk mendapatkan kemampuan aplikasi latihan dalam sebuah pertandingan, mau tidak mau para pemain harus terjun langsung dan mengalami sendiri sebuah pertandingan sepakbola. Hal ini berarti para pemain harus lebih sering bertanding dalam situasi kompetisi yang ketat. Dengan kompetisi yang ketat dimana lawan langsung hadir, maka para pemain akan dipaksa untuk berpikir cepat untuk bisa mengatasi tekanan lawan. Dengan semakin sering seorang pemain berpikir cepat dan mengambil keputusan, maka secara tidak langsung mental bertanding pun ikut diasah, terlepas dari hasil pertandingan.
Para pelatih usia muda juga hendaknya berperan sebagai seorang konselor yang secara detil memahami kondisi pemainnya. Jika dalam sebuah turnamen, para pemain melakukan banyak kesalahan, maka pelatih harus dengan bijak membaca kelemahan-kelemahan itu dan mengomunikasikannya kepada para pemainnya. Pelatih tidak berhak langsung menjatuhkan vonis atas kesalahan yang dilakukan oleh para pemainnya. Tapi masukan yang membangunlah yang seharusnya dilakukan.
Dalam sebuah pertandingan yang kompetitif, kemampuan asli para pemain akan langsung terlihat. Hal ini akan memudahkan para pelatih untuk membuat evaluasi atas pemainnya yang selanjutnya membenahi kekuarangan-kekurangan yang ada. Evaluasi ini harus diterapkan dalam bentuk format latihan yang mengidentifikasi kondisi asli pertandingan. Dalam bahasa teknis disebut dengan small sided games.
Dengan seringnya para pemain melakoni pertandingan yang kompetitif, maka para pemain pun sebetulnya dengan dalam proses learning by doing, atau trial error. Berbagai tekanan dengan segera harus dihadapi dan dipecahkan oleh para pemain. TEkanan-tekanan inilah yang akan menjadi stimulus bagi para pemain.
Secara psikologis, para pemain akan belajar dari pengalaman. Seperti teori stimulus-respon yang dikemukakan oleh Skinner, para pemain yang mendapati stimulus akan berusaha merespon dengan perilaku tertentu. Ditambah dengan penguat dari pelatih, maka respon yang diperoleh diharapkan berupa respon-respon yang positif atas stimulus tersebut.
Untuk kasus sepakbola Indonesia, penampilan para pemain di pentas Piala Asia kemarin seharusnya menjadi moment untuk memperbaiki diri dengan mencetak lebih banyak pemain. Semangat yang ditampilkan oleh para Bambang, Eka Ramdani, Syamsul Bahri harus dipelihara dalam konteks membangun bibit-bibit baru pemain Indonesia.
Sudah waktunya Indonesia mempunyai sistem pembinaan pemain yang berjenjang dengan basis kompetisi yang teratur. Sekali lagi, kompetisi akan mematangkan dan menyelesaikan tugas belajar yang dimiliki oleh pemain di masing-masing kelompok umur. Jika dalam satu kelompok umur para pemain berhasil menyelesaikan tugas belajarnya, maka fase selanjutnya akan lebih mudah di jalani. Menurut FIFA, setiap tahun, para pemain muda sebaiknya menjalani 30 kali pertandingan. Hal ini di dasarkan atas kemampuan seorang anak dalam mencari solusi atas tekanan permainan yang dihadapi.
Sekali lagi, kompetisi merupakan salah satu ujung tombak dalam membangun mental pemain dan tentu saja membentuk bibit-bibit pemain yang berkualitas. Tanpa kompetisi yang teratur, niscaya mental pemain hanya akan berada pada level angin-anginan. Artinya kadang meningkat, tapi tidak jarang dalam level bawah.
Kemenangan Mental!
Hari ini akan menjadi hari pembuktian apakah mental dan motivasi bisa mengalahkan keunggulan teknik dan fisik. Hari ini Timnas Indonesia yang secara fisik dan teknik dibawah akan mencoba mengalahkan raksasa Asia, Korea Selatan.
Dua pertandingan sebelumnya, Timnas Indonesia betul-betul memperlihatkan keunggulan mental, imbasnya adalah permainan yang tak kenal menyerah dan selalu memburu pemain lawan yang menguasai bola. Pada pertandingan pertama jelas sekali para Pemain Bahrain sangat kesulitan dengan determinasi mental a la pemain Indonesia. Akhirnya kekalahan 1-2 harus mereka terima.
Demikian juga pada pertandingan kedua. Para pemain Arab Saudi tampak mati akal untuk dalam usahanya melewati barisan pertahanan Indonesia. Begitu sempurna, begitu rapi dan sangat berkonsentrasi. Hanya saja sungguh sayang, kkesalahan minor yang dibuat Ismed Sofyan di menit terakhir injury tim membuyarkan satu angka yang sudah di depan mata. Gol kemenangan Arab Saudi pun tercipta akibat melemahkan konsentrasi akibat menurunnya kemampuan fisik.
Mental menentukan
Dalam permainan sepakbola, unsur teknik maupun fisik saja tidaklah cukup. Ada satu elemen lagi yang tidak kalah pentingnya, yakni: Mental. Fisik akan menjamin pemain mampu menjalani permainan selama 90 menit, ditambah kemampuan teknis yang memadai, akan menghasilkan sebuah permainan yang bagus. Namun, hal itu tidak akan terjadi seandainya para pemain berada dalam tekanan, stress, dan kurang motivasi.
Kondisi mental sangat menentukan kemampuan fisik sesesorang. Jika mental terganggu secara otomatis kemampuan gerak seseorang juga pasti terganggu. Otot terasa kaku, muncul keringat dingin, sakit perut, atau bahkan mual-mual adalah beberapa ciri pemain sedang mengalami stress. Jika terjadi kondisi seperti ini maka bisa dipastikan kemampuan teknis, fisik yang prima akan sirna begitu saja. Sebaliknya, jika kondisi mental dalam kondisi puncak, maka kekurangan-kekurangan itu seolah tertutupi dengan munculnya energi tambahan dari ketidaksadaran manusia.
Energi mental merangsang hormon-hormon tubuh untuk bergerak lebih cepat. Kondisi di atas layaknya ketika seseorang melihat hantu. Secepat kilat orang bisa lari dengan tenaga yang luar biasa besarnya.
Tapi perlu diingat, kondisi mental seorang pemain juga harus dikelola dengan baik jangan sampai seorang pemain tidak mengukur kemampuannya dan hanya didorong oleh keinginan-keinginan tertentu. Jangan sampai pemain yang mempunyai semangat berlebih justru menjadi bumerang dalam sebuah permainan. Jangan sampai para pemain kehilangan kontrol atas emosinya. Karena orang yang bersemangat dan termotivasi rentan terhadap provokasi.
Disinilah letak peran seorang psikolog olahraga. Psikolog olahraga berperan untuk membantu menyalurkan motivasi dan semangat besar para pemain Indonesia agar bisa lebih menguntungkan. Peran psikolog adalah menjaga agar para pemain tetap dalam kondisi puncak sampai saat yang diperlukan. Pelatih harus berkonsultasi dengan psikolog supaya diperoleh formula yang tepat untuk mempertahankan pemain dalam peak performance-nya.
Sekali lagi, kondisi mental tidak bisa dilepaskan dari 2 elemen yang lain dalam sepakbola. Ketika teknik hebat, fisik prima, dan mental yang selalu terjaga maka akan menghasilkan sebuah permainan yang indah, pantang menyerah dan selalu ngotot untuk memenangkan pertandingan. Semoga para pemain Indonesia sore nanti mampu melakoninya.


Masa Depan Psikologi Olahraga
Psikologi olahraga, sebagai salah satu cabang dan bidang kajian baru dalam Ilmu Psikologi, menghadapi masa depan yang cukup cerah. Hal ini berkaitan dengan tuntutan olahraga yang semakin tinggi dengan berubah menjadi industri yang melibatkan nominal yang luar biasa besar. selain itu, kebutuhan untuk membangun kesehatan diri sendiri dengan pendekatan kejiwaan memunculkan kesadaran orang untuk berkonsultasi dengan ahli yang memahami kedua bidang.
Seperti disampaikan oleh Schinke,dkk. dari Universitas Laurentian psikologi olahraga akan menemukan jaman dimana industri olahraga sangat bergantung. Perkembangan tersebut meliputi bidang praktis yang tentu saja diikuti dalam bidang akademis seperti penelitian dan pengembangan kurikulum pengajaran. Dalam penelitiannya, Schinke,dkk. Memberikan bukti dari pengakuan beberapa praktisi.
Dari beberapa praktisi tersebut diperoleh data bahwa para atlet profesional berhasil mendapatkan kemajuan yang signifikan setelah bekerja sama dengan para praktisi psikologi olahraga. Contoh kasus, seorang pegolf asal Kanada, Ames, berhasil menembus jajaran pegolf PGA setelah menggunakan jasa psikolog olahraga.
Pengakuan lain didapat dari Nicole Dubuc yang menyebutkan perkembangan psikologi olahraga, terutama di arena olimpiade, sungguh menggembirakan. Dalam lokakarya dan seminar-seminar disebutkan bahwa psikologi olahraga terbukti telah memberi efek positif terhadap kemajuan proses pelatihan fisik dan mental. Kondisi ini dipicu oleh semakin tingginya para pelatih menyadari menyesuaikan antara proses latihan fisik dengan kondisi kepribadian, karakter maupun sifat dari atlet.
Bukti lain jelas bisa dibaca ketika melihat perkembangan olahraga di China. Harus diakui, Negeri Tirai Bambu tersebut sudah menjelma menjadi salah satu kekuatan olahraga terbesar di dunia. Dalam penelitiannya, Andrew Hamilton BSc, MRSC. Berhasil membuktikan bahwa China menggunakan olahraga sebagai salah satu alat untuk “menguasai dunia”. Perkembangan olahraga di China tentu saja didasari oleh kesadaran pemerintah menggerakkan masyarakatnya untuk berolahraga. Proses pembibitan dan pembinaan atlet dilakukan secara massal dan menjadi kebijakan nasional.
Kebijakan peningkatan prestasi ini tentu saja melibatkan segala bidang. Sarana dan prasarana yang mutakhir ditunjang dengan sistem kepelatihan yang modern membuat perkembangan atlet seolah tinggal menunggu waktu. Puncaknya adalah dipilihnya China sebagai tuan rumah perhelatan pesta olahraga terbesar di muka bumi, Olimpiade 2008 Beijing.
Selain sarana dan prasarana, tentu saja ilmu pengetahuan memainkan peran yang strategis. Salah satu cabang ilmu yang berperan, tentu saja, adalah psikologi olahraga. Dengan memahami dengan jelas karakter dan sifat masyarakat China, proses pelatihan akan semakin mudah. Secara tidak langsung, Ilmu Psikologi olahraga telah memainkan peranan penting dalam pembangunan olahraga China.
Sinergi Dua Bidang
Untuk menempatkan psikologi olahraga menjadi sejajar dengan ilmu fisik maupun ilmu kedokteran dalam pembangunan atlet, maka dibutuhkan usaha yang cukup keras. Ada dua hal yang perlu bersinergi dalam rangka mengembangkan teori dan sistem dalam ilmu ini, yaitu bidang praktis dan bidang akademis.
Dalam sisi praktis, para praktisi tentu saja perlu mengembangkan teknik dan cara dalam proses konseling maupun terapi bagi para atlet. Tidak hanya dalam konteks permasalahan behavioral disorders, tapi juga dalam proses pengembangan motivasi. Teknik-teknik terapi saat ini memang sudah cukup mutakhir, namun tentu saja, dalam konteks olahraga, perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian. Sedang dalam tataran akademis, para peneliti dituntut untuk tetap berkarya menelurkan teori-teori baru dalam rangka peningkatan performance para atlet dalam sudut pandang psikologi.
Kedua hal ini tentu saja tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Para praktisi mempunyai akses ke atlet secara langsung, sehingga seharusnya dengan mudah mengidentifikasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh atlet dan dunia olahraga secara langsung. Hal ini kemudian didukung oleh penelitian-penelitian lanjutan untuk mendapat solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut lebih komprehensif.
Selain itu memang perlu dikembangbiakkan institusi pendidikan yang secara spesifik memberikan pengajaran bagi para calon psikolog olahraga baru. Saat ini, baru sedikit institusi pendidikan yang seara spesifik membuka program-program pendidikan psikologi olahraga.
Di Indonesia, kondisi ini diyakini belum mendapat perhatian yang besar dari para praktisi psikologi. Terbukti belum banyak lembaga yang mempunyai program studi psikologi olahraga yang secara khusus mencetak para psikolog olahraga. Hal ini barangkali dipengaruhi oleh iklim olahraga Indonesia yang belum begitu menjanjikan.
Namun, menurut hemat penulis, kondisi tersebut bisa dimulai dengan mengembangkan bidang keilmuan ini dengan simultan. Dengan pamor ilmu psikologi secara keseluruhan, yang mulai merambah kehidupan bangsa ini, yang mulai meningkat. Maka tidak ada salahnya menempatkan psikologi olahraga dalam salah satu kurikulumnya.